PENYESUAIAN KALENDER SAKA DENGAN KALENDER HIJRIYAH DAN APLIKASINYA DALAM PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH

PENYESUAIAN KALENDER SAKA DENGAN KALENDER HIJRIYAH

DAN APLIKASINYA DALAM PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIYAH

Irma Rosalina

Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Email: rosalient.ierma723@gmail.com

 

ABSTRACT

Before the arrival of Islam , the Java society has known about dating system that called as Prata Mangsa. When Hinduism and Buddhism come, they also help the influence of dating system that applicable in Java. After that,when Islam kingdom is build in Java island, especially Islam Mataram, the dating system is changed to Java Calendar that using a calculation of Islamic calendar by the Great Sultan. It is interesting because now sects of Islamic Java Java use the Islamic calendar that the existence still survive until now. The focus of this research is to determine how the adjustment that occurs between the Saka calendar and Hijri calendar that result the calendar of Islamic java, and to find out how its application in determining the beginning of Qomariyah months. It aims to find out how to use the calendar of Islamic Java that supposed, and to know how it is implemented in determination at the beginning of Qomariyah months. Based on the analysis of the data that has been collected, it could be concluded that adjustments at calendar of Islamic Java is intended to keep the calendar of Islamic Java fixed in accordance with the Hijri calendar. Determination systems that used in calendar of Islamic Java is hisab urfi system, except in certain years that there is a long year and a short yearthat different at certain times, such as when changing Kurup.

Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Jawa telah mengenal sistem penanggalan yang dikenal dengan sebutan Prata Mangsa. Dengan masuknya pengaruh Hindu Budha turut pula mempengaruhi sistem penanggalan yang berlaku di Jawa. Kemudian dengan mulai berdirinya kerajaan bercorak Islam di pulau Jawa khususnya pada masa Mataram Islam ketika pengaruh Islam masuk ke pulau Jawa, sistem penanggalan tersebut dirubah oleh sultan agung menjadi kalender Jawa yang menggunakan perhitungan kalender Islam. Hal ini menarik mengingat bahwa di masa kekinian aliran Islam Jawa masih menggunakan Kalender Islam Jawa tersebut sehingga masih bertahan keberadaannya hingga sekarang. Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penyesuaian yang terjadi antara kalender Saka dengan kalender Hijriyah yang kemudian menghasilkan kalender Islam Jawa, serta untuk mengetahui bagaimana aplikasinya dalam penetapan awal bulan Qomariyah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan kalender Islam Jawa yang seharusnya dan mengetahui bagaimana penerapannya dalam penentuan awal bulan Qomariyah. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa penyesuaian-penyesuaian kalender Islam Jawa dalam perhitungannya dimaksudkan untuk tetap menjaga agar kalender Islam Jawa tetap sesuai dengan kalender Hijriyah. Sistem perhitungan yang digunakan dalam kalender Islam Jawa ini yaitu sistem hisab urfi, kecuali dalam tahun-tahun tertentu di mana ada penunjukkan tahun panjang dan tahun pendek yang berbeda pada waktu-waktu tertentu, seperti pada waktu berganti kurup.

Kata kunci : Kalender Saka, Kalender Hijriyah, Penentuan awal bulan Qomariyah

Persentuhan Islam sebagai great tradition atau biasanya ada yang menyebut grand tradition dengan budaya lokal atau little tradition sering menimbulkan corak budaya tersendiri di luar dugaan. Sebab dalam proses persentuhannya terjadi dialog antara tatanan nilai agama yang menjadi cita-cita religius dari agama dengan tatanan nilai budaya lokal. Pertautan dialektis yang kreatif antara nilai universal dari agama dengan budaya lokal telah menghadirkan corak ajaran Islam dalam kesatuan spiritual dengan corak budaya yang ragam (unity and diversity).[1]

Fenomena perilaku keberagamaan yang terjadi di kalangan intern umat beragama di Indonesia, telah mengindikasikan corak keberagamaan yang politis ideologis dan legal formalistik. Aliran keberagamaan yang ada di Indonesia dengan mudah bisa dilabeli dengan simbol dan karakter yang relatif permanen. Tipologi keberagamaan tradisionalis, modernis, fundamentalis, misalnya, kesemuanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda dan relatif permanen. Masing-masing tipologi keagamaan di atas, secara politis ideologis berusaha saling mempertahankan cara pemahaman dan perilaku penghayatan keagamaannya. Di antara kelompok keagamaan tersebut tidak ditemukan adanya pembaharuan-pembaharuan cara pemahaman keagamaan dan penghayatan keagamaannya sesuai dengan tuntutan situasional dan kondisional. Kelompok-kelompok keagamaan tersebut khawatir jika mereka melakukan pembaharuan terhadap cara pemahaman keagamaannya maka mereka akan kehilangan nilai-nilai sakral yang selama ini mereka lakukan. Keadaan inilah yang menyebabkan masing-masing kelompok keagamaan menganggap bahwa apa yang telah dipahami telah memiliki kebenaran final dan berakhir dengan truth claim.[2]

Perbedaan yang sangat terlihat ialah saat penetapan awal bulan Syawal dimana umat Islam merayakan hari raya Idhul Fitri. Persoalan penentuan awal bulan Qomariyah, khususnya awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah merupakan persoalan falakiyah yang memang mempunyai potensi perbedaan lebih menonjol dibandingkan dengan persoalan falak lainnya, seperti persoalan penentuan awal waktu shalat, penentuan gerhana bulan atau matahari, dan penentuan arah kiblat.

Dalam wacana hisab rukyah di Indonesia, muncul tiga arus utama atau “madzhab” dalam menetapkan awal bulan Qomariyah. Pertama, madzhab rukyah yang dipresentasikan oleh organisasi Nahdlatul Ulama. Kedua, madzhab hisab yang dipresentasikan oleh Muhammadiyyah. Dan ketiga, madzhab imkan al rukyah yang digagas oleh pemeritah.[3] Pemerintah dengan dasar hukm al-hâkim ilzâmun wa yarfa’ al-khilâf (keputusan Hakim/Pemerintah itu mengikat dan menyelesaikan perbedaan pendapat) berupaya menyatukan perbedaan tersebut. Namun dalam kenyataannya, masing-masing organisasi tersebut mengeluarkan keputusannya sendiri-sendiri.

Dari berbagai tipologi keberagamaan di Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas, yang hingga kini masih eksis dalam mempertahankan cara pemahaman dan perilaku penghayatan keagamaannya salah satunya ialah tipologi tradisionalis ala Islam Jawa. Tipologi tradisionalis ala Islam Jawa memiliki kompleksitas kepercayaan komunitas yang tidak jarang menampakkan berbagai sekte dan tradisi kehidupan dalam masyarakat Jawa.

Salah satu pemikiran Islam Jawa yang hingga kini masih eksis dan digunakan oleh penganutnya adalah dalam penggunaan kalender Islam Jawa. Perhitungan dengan menggunakan kalender Islam Jawa ini sering juga disebut dengan kalender khuruf.[4] Sistem perhitungan yang paling sering terdengar ialah dengan menggunakan sistem aboge. Bagaimana cara perhitungan dengan menggunakan sistem aboge tersebut, apakah ada sistem perhitungan lain selain dengan sistem aboge tersebut. Sebab dalam beberapa penelitian, terbukti bahwa sistem perhitungan dengan sistem aboge yang masih digunakan oleh masyarakat harusnya telah diganti dengan sistem asapon namun masyarakat masih menggunakan perhitungan dengan sistem aboge.

Sebelum kedatangan Islam masyarakat Jawa telah mengenal sistem penanggalan, yakni kalender Pranata Mangsa. Dengan masuknya pengaruh Hindu-Budha turut pula mempengaruhi sistem penanggalan yang berlaku di Jawa tersebut, yakni kalender Saka. Kemudian dengan mulai berdirinya kerajaan bercorak Islam di pulau Jawa khususnya pada masa Mataram Islam ketika pengaruh Islam masuk ke pulau Jawa, sistem penanggalan Jawa yang bercorak Hindu-Budha tersebut dirubah oleh Sultan Agung menjadi kalender Jawa yang menggunakan perhitungan kalender Islam. Bagaimana perubahan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari kalender Saka sehingga menjadi Kalender Islam Jawa, apakah kalender tersebut mempunyai sistem perhitungan tersendiri atau sama dengan sistem perhitungan kalender Islam yang mendasarkan perhitungannya berdasarkan sistem lunar/Qomariyah, lalu kemudian bagaimana sistem perhitungan yang digunakan dalam menetapkan awal bulan Qomariyah. Hal ini menarik mengingat bahwa di masa kekinian aliran Islam Jawa masih menggunakan Kalender Islam Jawa tersebut sehingga masih bertahan keberadaannya hingga sekarang.

Kajian tentang kalender Jawa ini menjadi penting untuk memahami realitas pemikiran masyarakat Jawa dalam pembentukan sebuah budaya juga sebagai sebuah bentuk penelusuran tentang sejarah penanggalan nusantara.

Sistem Kalender

Kalender ialah sebuah sistem untuk memberi nama pada suatu periode waktu tertentu. Kalender dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa pengertian yaitu : daftar hari dan bulan dalam setahun; penanggalan; almanak; dan takwim.[5] Secara garis besar sistem kalender-kalender yang ada di dunia dapat diklasifikasikan dalam tiga macam kalender.[6] Sistematika kalender tersebut antara lain :

  1. 1.Kalender Syamsiyah (Solar Calendar)

Sistem penanggalan berdasarkan peredaran bumi menggelilingi matahari yang dikenal dengan sistem syamsiyah atau tahun surya (solar system). Waktu satu tahunnya ialah lamanya bumi mengelilingi matahari : 365 hari 5 jam 48 menit atau 365,2444 hari. Dikarenakan bilangan tahun tersebut terdapat bilangan pecahan, maka diusahakan cara menghilangkan bilangan pecahan tersebut dengan siklus empat tahunan. Dalam setiap siklus empat tahunan, ditentukan tahun pertama, kedua, ketiga berumur 365 hari (coman year/ tahun basithoh). Sedangkan tahun keempat ditetapkan umurnya 366 hari (leap year/ tahun kabisat).

  1. 2.Kalender Qamariyah (Lunar Calendar)

Sistem penanggalan berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi yang dikenal dengan sistem qamariyah atau lunar system. Waktu satu tahunnya ialah dua belas kali bulan mengelilingi bumi : 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari.

Kalender ini ditetapkan oleh Umar Ibnu Khatab pada tahun ke-3 dari kekhilafahannya atau tahun ke-17 dari hijrah Nabi Muhammad SAW. Kalender bersistem Qamariyah tersebut ditetapkan Umar Ibnu Khatab setelah mendapat keterangan dari pakar astronomi Persia dan India. 1 Muharram 1 Hijriah ditetapkan jatuh pada hari Jum’at Legi tahun 622 Masehi. Hal ini berarti kalender Hijriyah diberlakukan surut hingga tahun terjadinya hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah. Untuk menghilangkan pecahan, ditentukan tahun kabisat dan tahun pendek.[7] Jumlah hari dalam 1 tahun di tetapkan 354 11/30 hari. Oleh karena itu diadakan daur windu yang berumur 30 tahun dan didalamnya terjadi tahun kabisah sebanyak 11 kali yaitu pada tahun ke 2,5,7,10,1315,18,21,24,26, dan 29. Tahun yang angkanya setelah dibagi 30 bersisa tepat dengan angka-angka tersebut di atas adalah tahun kabisat yang berumur 355 hari, dan yang tidak tepat adalah tahun pendek berumur 354 hari. Umur bulannya adalah 30 hari untuk bulan ganjil dan 29 hari untuk bulan genap kecuali bulan Dzulhijjah jika pada tahun kabisat berumur 30 hari.

  1. 3.Kalender Syamsiyah Qamariyah (Lunisolar Calendar)

Kalender lunisolar adalah kalender yang disesuaikan dengan pergerakan bulan dan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat dari kalender solar, maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan, bulan ke 13) setiap tahun, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari.[8]

Adapun contoh dari kalender lunisolar ialah kalender Imlek (Tionghoa), Saka, Budha dan Yahudi. Mereka memadu dua sistem tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa sistem qomariyah (lunar system) tidak memberi kepastian jadwal perubahan musim, sehingga untuk kepentingan perekonomian lebih cocok memakai penanggalan yang bersistem syamsiyah (solar system).  Itu sebabnya bangsa Tionghoa menambahkan bulan ke 13 pada setiap tiga tahun, agar hari raya Imlek mereka tidak keluar dari musim dingin antara Januari dan Feberuari.[9]

Tinjauan Tentang Kalender Hijriyah, Kalender Saka, dan Kalender Islam Jawa

  1. 1.Kalender Hijriyah

Kalender hijriyah merupakan kalender yang menggunakan sistem Qomariyah (Lunar System) yakni berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi. Permulaan kalender Hijriyah dihitung sejak Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah yang jatuh pada tanggal 1 Muharram 1 H yang bertepatan dengan tanggal 1 Juli 622 M. Satu tahunnya terdiri dari 12 bulan, yang tiap-tiap bulannya bisa berumur 29 atau 30 hari. Pergantian bulan atau tahun dalam kalender Hijriyah ditandai dengan munculnya penampakan bulan sabit pertama kali (hilal) sesaat setelah terbenamnya matahari setelah terjadi konjungsi (ijtima’). [10] Kalender Hijriyah memiliki siklus 30 tahun, dengan 19 tahun pendek dan 11 tahun kabisat, tahun kabisat tersebut jatuh pada tahun-tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 25, 26, dan 29.

  1. 2.Kalender Saka

Kalender Saka adalah sebuah kalender yang berasal dari India. Kalender ini mengunakan sistem Syamsiyah Qomariyah (Lunisolar System) yaitu sistem perhitungannya didasarkan pada peredaran matahari mengelilingi bumi. Kalender Saka berawal pada hari Sabtu 14 Maret tahun 78 M setahun setelah penobatan Prabu Syaliwahono (Aji Saka) sebagai raja India.[11]

Awal bulan terjadi pada saat bulan mati (konjungsi), sehingga tanggal kalender Saka umumnya lebih dahulu sehari dari tanggal kalender Hijriyah yang diawali munculnya hilal. Setiap bulan dari kalender Saka dibagi menjadi dua bagian yaitu suklapaksa/paro terang (dari bulan mati sampai purnama) dan kresnapaksa/paro gelap(dari selepas purnama sampai menjelang bulan mati). Masing-masing bagian berjumlah 15 atau 14 hari (tithi). Sedangkan tahun baru terjadi saat Minasamkranti(matahari pada rasi Pisces) yakni pada awal musim semi. Nama-nama bulan kalender Saka adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Phalguna. Karena kalender Saka merupakan kalender lunisolar,agar sesuai kembali dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergiliran setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya, Asadha, dan Dwitiya Srawana.[12]

  1. 3.Kalender Islam Jawa

Sistem penanggalan Islam Jawa ini disebut juga penanggalan Jawa Candrasangkala atau perhitungan penanggalan berdasarkan peredaran bulan mengitari bumi.[13] Struktur kalender Islam Jawa antara lain sebagaimana berikut :

  1. a.Saptawara/Padinan

Saptawara/padinan yakni perhitungan hari dengan siklus 7 hari.

  1. b.Sasi Jawa

Sasi Jawa yakni perhitungan bulan. Jumlah hari dan umur masing-masing bulan ialah sebagaimana tabel berikut :

Tabel 2.2

Kalender Islam Jawa dan umurnya :

No.

Nama Bulan

Umur Hari

1.

Suro

30

2.

Sapar

29

3.

Mulud

30

4.

Bakda Mulud

29

5.

Jumadilawal

30

6.

Jumadilakir

29

7.

Rejeb

30

8.

Ruwah

29

9.

Pasa

30

10.

Syawal

29

11.

Dulkangidah

30

12.

Besar

29/30

 

  1. c.Tahun Dan Windu

Kalender Jawa Islam yang ditetapkan oleh Sultan Agung pada tahun 1555 Saka bertepatan dengan tahun baru Hijriyah tanggal 1 Muharram 1043 H dan bertepatan juga dengan tanggal 8 Juli 1633 M. Dalam kalender Islam Jawa, tahun pendek (wastu) umur bulan yaitu 29 hari sedangkan tahun panjang (wuntu) umur bulan ke 12 yaitu 30 hari. Satu tahunnya berumur 354.375 hari, maka dalam waktu 120 tahun sistem ini akan bertambah 1 hari bila dibandingkan dengan sistem Hijriyah.

Dalam satu windu (8 tahun) ada tiga tahun panjang yang masing-masing berumur 355 hari, yaitu tahun Ehe, Je, Jim Akir. Sedangkan 5 tahun lainnya yaitu tahun panjang antara lain tahun Alip, Jimawal, Dal, Be, dan Wawu yang masing-masing berumur 354 hari. Jumlah hari dalam satu siklus adalah (354 x 5) + ( 355 x 3) = 2835 hari.

  1. d.Pancawara/Pasaran

Pasaran adalah perhitungan hari Jawa dengan siklus 5 harian. Pasaran tersebut antara lain: Kliwon/Kasih, Legi/Manis, Pahing/Jenar, Pon/Palguna, Wage/Kresna/Langking. Pasaran ini tetap dilestarikan oleh Sultan Agung, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.[14]

  1. e.Kurup

Kurup adalah kurun waktu yang dimulai dari tanggal 1 Suro tahun Alip dan diakhiri tanggal 29 Besar tahun Jimakir, yang umurnya ditentukan oleh kedudukan tahun Alip yang menjadi permulaan awal kurup pada urutan tahun dalam windu Arab.[15]Dikarenakan adanya perbedaan siklus antara kalender Hijriyah dengan kalender Islam Jawa sebagaimana dijelaskan sebelumnya, akan terdapat perbedaan 1 hari di antara kedua kalender tersebut. Oleh karena itu, kurup ini berguna untuk menjaga agar kalender Islam Jawa tetap sesuai dengan kalender Hijriyah.

Umur kurup bisa berbeda-beda dan bisa juga sama tergantung kedudukan tahun Alipnya. Hal ini karena kedudukan tahun Alip yang menjadi awal permulaan kurup ditentukan berdasarkan windu Arab.[16] Windu Arab disini maksudnya ialah setiap satu siklus dalam kalender Hijriyah. Lebih mudahnya bisa dilihat dalam tabel di bawah ini :

 

 

Tabel 2.3

Kedudukan Tahun Alip Pada Siklus Kalender Hijriyah

 

No.

Tahun Alip Jatuh yang ke

Umur Kurup

1.

8 dan 7

8 tahun

2.

19 dan 30

16 tahun

3.

11 dan 12

24 tahun

4.

3 dan 14

32 tahun

5.

6 dan 25

40 tahun

6.

17 dan 28

48 tahun

7.

9 dan 20

56 tahun

8.

1 dan 12

64 tahun

9.

4 dan 27

72 tahun

10.

15 dan 26

80 tahun

11.

7 dan 18

88 tahun

12.

10 dan 29

96 tahun

13.

2 dean 21

104 tahun

14.

13 dan 24

112 tahun

15.

5 dan 16

120 tahun

 

  1. f.Pranata Mangsa

Di samping kalender Jawa yang identik dengan kalender Hijriyah, masyarakat Jawa sudah mengenal juga kalender yang bersistem Syamsiyah-Qomariyah (lunisolar) seperti halnya kalender Saka yang disebut dengan Pranata Mangsa (Pengaturan Bulan). Purwadi menyebutkan bahwa pada mulanya, Pranata Mangsa hanya mempunyai 10 mangsa. Pada mangsa kesepuluh tanggal 18 April, orang menunggu masa dimulainya mangsa yang pertama (kasa/kartika) yang jatuh pada tanggal 22 Juni.Masa menunggu dirasakan sangat lama sehingga akhirnya ditetapkan mangsa yang kesebelas (dhesta/padawana) dan mangsa yang kedua belas (sadha). Sehingga genaplah Pranata Mangsa menjadi satu tahun yang tersiri dari 12 mangsa, dan dimulailah hari pertama mangsa kesatu tanggal 22 Juni.[17]

Meskipun sudah lama berlaku namun pembakuan kalender ini baru ada pada masa pemerintahan Sri Paku Buwana VII (1830-1858) dari Surakarta tahun 1855 M. Kalender Pranata Mangsa digunakan para petani hanya untuk menentukan musim tanam dan musim panen, dan jarang digunakan untuk menghitung waktu sehari-hari. Pranata Mangsa membagi satu tahun dalam 12 mangsa. Berikut nama bulan-bulan kalender tersebut:[18]

Nama-nama bulan dan umur Pranata Mangsa antara lain :

  1. 1.Kasa (Kartika) antara 22 Juni – 1 Agustus, 41 hari
  2. 2.Karo antara 2 Agustus – 24 Agustus, 23 hari
  3. 3.Katelu antara 25 Agustus – 17 September, 24 hari
  4. 4.Kapat (Sitra) antara 18 September – 12 Oktober, 25 hari
  5. 5.Kalima (Manggala) antara 13 Oktober – 8 November, 27 hari
  6. 6.Kanem (Naya) antara 9 November – 21 Desember, 43 hari
  7. 7.Kapitu (Palguna) antara 22 Desember – 22 Februari, 43 hari
  8. 8.Kawolu (Wasika) antara 3 Februari – 28 Februari, 26/27 hari
  9. 9.Kasanga (Jita) antara 1 Maret – 25 Maret, 25 hari
  10. 10.Kasapuluh (Srawana) antara 26 Maret – 18 April, 24 hari
  11. 11.Dhesta (Padrawana) antara 19 April – 11 Mei, 23 hari
  12. 12.Sadha (Asuji) antara 12 Mei – 21 Juni, 41 hari
  13. g.Padewan (Hastawara)

Perhitungan padewan ialah perhitungan hari dengan siklus 8 hari, yaitu Sri, Endra, Guru, Yama, Rudra, Brama, Kala, Uma.

  1. h.Pandangon

Pandangon yaitu perhitungan hari dengan siklus 9 hari, antara lain: Dangu (batu), Jagur (harimau), Gigis (bumi), Karangan (matahari), Nohan (bulan), Wogan (ulat), Tulus (air), Wurung (api), Dadi (kayu).[19]

  1. i.Paringkelan

Paringkelan berasal dari kata ringkel yang artinya lemah, kelemahan. Paringkelan ialah perhitungan hari dengan siklus 6 hari yang erat kaitannya dengan wuku.[20]

  1. j.Pawukon/Wuku

Wuku yakni perhitungan hari dengan siklus 30 tahun. Tiap-tiap wuku berumur 7 hari sehingga siklus berumur 30 x 7 hari = 210 hari. Wuku-wuku tersebut yaitu Sinta, Landhep, Wukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, Wariagung, Julungwangi, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mandhasiya, Julungpujud, Pahang, Kuruwelut, Marakeh, Tambir, Medhangkung, Maktal, Wuye, Manahil, Prangbakat, Bala, Wugu, Wayang, Kulawu, Dhukut, Watugunung.[21]

Wuku, pasaran, paringkelan dan lainnya tersebut dipercaya dapat menggambarkan watak bawaan atau pengaruhnya kepada kehidupan manusia dan kesesuaiannya dengan alam.[22]

 

Hisab Awal Bulan Qomariyah

  1. 1.Pengertian Awal Bulan Qomariyah

Dalam bahasa Arab, istilah awal bulan identik dengan kata al-syahr atau al-syahrah yang berarti kemasyhuran atau kesombongan. Seperti(syhurah) maka Allah SWT akan memberi pakaian kehinaan”. Selain itu, al-syahr juga berarti al-qomar, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut lunar, yaitu benda langit seperti bumi. Menurut Ibnu Sayid, al-syahr (bulan) adalah satuan waktu tertentu yang sudah terkenal dari beberapa hari, yang populer dengan bulan (al-qomar) karena qomar itu sebagai tanda memulai dan mengawali bulan.[23]

Untuk kriteria penentuan awal bulan Qomariyah ini terdapat beberapa pendapat. Antara lain seperti awal bulan Qomariyah dihitung apabila ‘ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam maka malam itu adalah masuk pada bulan berikutnya. Namun apabila sebaliknya maka besok masih masuk pada bulan yang sama. Adapun pendapat Noor Ahmad mengungkapkan bahwa bulan Qomariyah itu dimulai ketika bulan sudah muncul di tempat-tempat yang berbeda yang disesuaikan dengan posisi matahari. Ada pula yang berpendapat, apabila matahari terbenam terlebih dahulu daripada bulan maka hari besok telah dinyatakan masuk bulan baru. Namun jika sebaliknya maka masih masuk pada bulan yang lama.[24] Adapun pakar astronomi menjelaskan bahwa awal bulan Qamariyah terjadi sejak terjadi konjungsi (ijtima’al-hilal) segaris antara matahari dan bulan.[25]

  1. 2.Metode Penetapan Awal Bulan Qomariyah

Sistem penetapan awal bulan Qomariyah diklasifikasikan dalam dua metode, yaitu metode hisab dan metode rukyat. Baik metode hisab maupun rukyat, keduanya mempunyai sasaran yang sama yaitu hilal.

  1. a.Rukyat

Rukyat menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yakni râ’a-yârâ-ra’yan, wa ru’yatan yang berarti melihat, mengerti, menyangka, menduga dan mengira.[26] Selanjutnya rukyat menurut istilah adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam pada tanggal di akhir bulan, yaitu tanggal 29 bulan Qomariyah. Ru’yah al- hilâl dapat dilakukan dengan mata telanjang (secara langsung) atau dengan menggunakan alat tertentu (ru’yah al- hilâl bil fi’li).

Sistem ini adalah usaha melihat hilal dengan mata biasa dan dilakukan secara langsung atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan (tanggal 29) di sebelah barat pada saat matahari terbenam. Jika hilal berhasil dilihat, maka malam tersebut sudah dihitung sebagai tanggal satu bulan baru, tetapi jika tidak berhasil dilihat maka malam tersebut dan esok harinya masih merupakan bulan yang sedang berjalan, sehingga umur bulan tersebut genap menjadi 30 hari. [27]

  1. b.Hisab

Secara bahasa, hisab berasal dari bahsa Arab yaitu al-hasb yang artinya bilangan atau hitungan (al-adad wa al-ihsha’). Sedangkan secara istilah, hisab sering dihubungkan dengan ilmu hitung, yaitu suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan.[28]

Istilah hisab jika dikaitkan dengan sistem penetapan awal bulan Qomariyah ialah cara menentukan awal bulan Qomariyah dengan menggunakan perhitungan atas peredaran benda-benda langit, yakni bumi, bulan dan matahari. Awalnya metode hisab hanya sebagai alat bantu dalam pelaksanaan ru’yah al- hilâl. Terdapat beberapa sistem atau metode hisab untuk menentukan posisi bulan, matahari dan benda langit lainnya. Sistem-sistem tersebut dibedakan berdasarkan metode yang digunakan terkait dengan tingkat ketelitian dan hasil perhitungan yang didapatkan, antara lain :

  1. 1)Hisab Urfi

Sistem hisab urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.[29] Pada sistem hisab urfi ini perhitungan bulan Qomariyah ditentukan berdasarkan umur rata-rata bulan, sehingga dalam satu tahun Qomariyah umur bulan dibuat bervariasi 29 dan 30 hari.

  1. 2)Hisab Haqiqi

Hisab haqiqi adalah perhitungan yang sesungguhnya dan seakurat mungkin terhadap peredaran bulan dan bumi. Umur tiap bulan tidak tetap dan tidak beraturan, terkadang berturut-turut 29 hari atau 30 hari bahkan terkadang juga bergantian seperti halnya hisab urfi.[30]

Sejarah Kalender Islam Jawa

Pada masa Sultan Agung, penanggalan (kalender) merupakan bagian penting dari kehidupan kenegaraan. Hampir semua perikehidupan masyarakat Jawa masa itu, khususnya tata laku budaya, berpatok kuat pada sistem penanggalan. Sultan Agung ialah Raja Mataram Islam yang ketiga. Beliau merupakan cucu dari Panembahan Senopati yang merupakan pendiri kerajaan Mataram Islam. Beliau memerintah dari tahun 1613 sampai tahun 1645. Pada masa pemerintahannya Sultan Agung sudah berhasil menaklukkan beberapa daerah seperti di Jawa Tengah dan Jawa timur, terutama di daerah-daerah pesisir utara.[31]

Sultan Agung merupakan raja yang melegitimasi dirinya sebagai penerus kerajaan Majapahit, konsep raja sebagai pusat alam semestapun tetap diakuinya. Dan untuk memperluas pengaruh serta mendapatkan pengakuan sebagai pemimpin agama, Sultan Agung memerintahkan para pujangga istana untuk menulis babad, selain itu Sultan Agung juga mengirim utusan ke Mekkah yang kembali pada tahun 1641 M demi mendapat gelar Abdul Muhammad Maulana al-Matarami sebagai tandingan bagi sultan Banten.[32]

Akan tetapi, raja yang seolah-olah tak terkalahkan tersebut mengalami kekalahan besar. Hal ini disebabkan oleh keputusannya untuk mengusir kompeni Belanda dari kota Batavia yang telah ditaklukkan oleh Belanda pada tahun 1619. Pada tahun 1628 Sultan Agung mengirim tentaranya untuk mengepung Batavia dan berhasil mengancam Batavia walaupun pada akhirnya gagal. Dan pada tahun 1629 dilakukan serangan kedua yang merupakan malapetaka bagi tentara Mataram, sebab tempat penyimpanan bekal ditemukan oleh kompeni Belanda dan dihancurkan sebelum tentara Mataram sampai di Batavia.[33]

Dengan kekalahan tersebut menjadikan perbedaan pandangan di antara kerajaan-kerajaan yang berada di bawah naungan Sultan Agung hingga muncullah beberapa pemberontakan. Pemberontakan tersebut ditumpas dengan cara kekerasan oleh Sultan Agung. Namun demikian, penekanan secara fisik saja dirasa kurang untuk mengatasi ancaman dari pemberontakan tersebut.

Untuk mengatasi perbedaan pemberontakan dan pandangan yang kian meruncing antara mereka yang tergolong Jawa tradisional yang kental dengan tradisi Hindu-Jawa dengan kalangan Santri Islam pesisiran, maka Sultan Agung menciptakan penanggalan baru. Penanggalan baru tesebut menggabungkan antara tradisi Hindu-Budha yang telah berakar dalam diri orang jawa dan tradisi Islam yang datang belakangan namun relatif lebih dominan. Pada saat itu Sri Sultan Muhammad Sultan Agung Prabu Anjokrokusumo tersebut telah menyesuaikan atau memperbaharui penanggalan Hindu dan Jawa ke dalam penanggalan Hijriyah yang berdasarkan penanggalan bulan (lunar system).[34]

Tindakan Sultan Agung tersebut tidak hanya didorong untuk memperluas pengaruh agama Islam, tetapi didorong juga oleh kepentingan politiknya. Sultan Agung bertujuan memusatkan kekuasaan agama pada dirinya. Selain itu, mengubah kalender tersebut juga bertujuan untuk memusatkan kekuasaan politik pada dirinya untuk memimpin kerajaan. Ide tersebut didukung pula oleh para ulama dan abdi dalem, khususnya yang menguasai ilmu falak dan perbintangan.

Penyesuaian kalender tersebut diperintahkan melalui Dekrit Sultan Agung yang berlaku di seluruh wilayah kerajaan Mataram II. Wilayah tersebut meliputi seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi. Ketiga daerah ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapat pengaruh budaya Jawa juga tidak ikut mengambil alih kalender hasil karya Sultan Agung ini. [35]

 

 

Penyesuaian Kalender Saka Dengan Kalender Hijriyah

Penyesuaian yang terjadi antara kalender Saka dengan kalender Hijriyah menghasilkan kalender Islam Jawa. Kalender Islam Jawa disebut juga dengan kalender Khuruf/Huruf[36], sedangkan nama ilmiah kalender ini ialah anno Javanico.[37] Pada saat itu Raja Jawa Mataram Islam yaitu Sultan Agung yang bergelar Sri Sultan Muhammad Sultan Agung Prabu Anjokrokusumo telah menyesuaikan atau memperbaharui penanggalan Hindu dan Jawa ke dalam penanggalan Hijriyah yang berdasarkan penanggalan bulan (lunar system).[38]

Permulaan peralihan dari kalender Saka ke kalender Islam Jawa dimulai hari Jum’at Legi, tanggal 1 Sura tahun Alip 1555 J bertepatan dengan tanggal 1 Muharam tahun 1043 Hijriyah, atau tanggal 8 Juli 1633 M.[39] Pada waktu itu kalender Saka yang sudah berjalan sampai akhir tahun 1554 J. Angka tahun 1554 itu diteruskan dalam kalender Sultan Agung dengan angka tahun 1555. Hasilnya, hingga saat ini awal tahun baru kalender Islam Jawa selalu bersamaan dengan tahun baru Hijriah.

Kalender Saka mengikuti sistem Syamsiyah, yaitu perhitungan perjalanan bumi mengitari matahari. Sedangkan kalender Sultan Agung mengikuti sistem Qamariyah, yakni perjalanan bulan mengitari bumi seperti pada kalender Hijriyah, padahal dasar perhitungannya sama sekali berlainan.

Secara struktur, kalender Saka mengalami penyesuaian dengan kalender Hijriyah sebagaimana berikut :

  1. 1.Mengganti nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta dengan bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah orang Jawa :Radite / Ahad, Soma / Senen, Anggara / Seloso, Budha / Rebo, Respati / Kemis, Sukra / Jemuwah, Saniscara / Setu.
  2. 2.Tidak berbeda dengan nama-nama hari, nama-nama bulan juga diganti dan disesuaikan dengan lidah orang Jawa menjadi :Suro, Sapar, Mulud, Bakdomulud, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkangidah, Besar.
  3. 3.Apabila Kalender Hijriyah memiliki siklus 30 tahun dengan 11 tahun kabisat/panjang dan 19 tahun basithah/pendek, sedangkan kalender Islam Jawa ini memiliki siklus 8 tahun dengan 3 tahun wuntu/panjang dan 5 tahun wastu/pendek. Nama-nama tahun dalam satu windu (8 tahun / 1 siklus).
    1. 1)Tahun pertama = Alip ( ا)
    2. 2)Tahun kedua= Ehe (ه)
    3. 3)Tahun ketiga= Jim Awal (ج)
    4. 4)Tahun keempat= Ze ( ز)
    5. 5)Tahun kelima= Dal (د)
    6. 6)Tahun keenam = Be (ب)
    7. 7)Tahun ketujuh = Wawu (و)
    8. 8)Tahun kedelapan= Jim Akir (ج)

Dalam setiap siklus (1 windu) tersebut, tanggal 1 Suro berturut-turut jatuh pada hari ke 1, 5, 3, 7, 4, 2, 6, dan 3. Ternyata, tahun-tahun Jawa dalam setiap siklus dinamai dengan berdasarkan urutan numerologi Arab yakni : Alif (1) , Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Wawu (6), Jim Akir (3). Hal ini lebih lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1

Numerologi Arab

                   

ا

1

ى

ط

ح

ز

و

ه

د

ج

ب

10

9

8

7

6

5

4

3

2

ق

ص

ف

ع

س

ن

م

ز

ك

100

90

80

70

60

50

40

30

20

غ

ظ

ض

ذ

خ

ث

ت

ش

ر

1000

900

800

700

600

500

400

300

200

 

  1. 4.Ada satu kurun waktu selama 120 tahun (15 windu) yang disebut dengan kurup atau khuruf. Antara kalender Islam Jawa dan kalender Hijriyah setiap satu kurupnya selalu selisih satu hari. Hal ini terjadi karena kabisat Islam Jawa ada tiga dari delapan tahun (3/8), sedangkan kabisat Hijriyah ada sebelas dari tiga puluh tahun (11/30). Oleh karena itu setiap 120 tahun ada pengurangan 1 hari, yakni tahun yang semestinya adalah tahun panjang dijadikan tahun pendek. Selisih tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan dibawah ini :

Jumlah hari dalam tiap siklus :

  1. 1.1 siklus kalender Islam Jawa

8 tahun = 354 x 8 + 3 = 2835 hari

  1. 2.1 siklus kalender Hijriyah

30 tahun = 354 x 30 + 11 = 10631 hari

Dalam kurun 120 tahun di dalamnya terdapat 44 hari tahun kabisat jika menurut kalender Hijriyah, dan terdapat 45 hari tahun kabisat jika menurut kalender Islam Jawa.[40] Selisih hari antara perhitungan menurut kalender Islam Jawa dengan kalender Hijriyah tersebut dapat dilihat dari perhitungan di bawah ini :

1 siklus tahun Islam Jawa, kabisatnya 3

Dalam 120 tahun = (120 : 8 ) x 3 = 45 hari

1 siklus tahun Hijriyah, kabisatnya 11

Dalam 120 tahun = (120 : 30 ) x 11 = 44 hari

45 – 44 hari = 1 hari.

Dari perhitungan tersebut, terlihat bahwa tahun Islam Jawa lebih banyak 1 hari daripada tahun Hijriyah. Dengan demikian sistem perhitungan ini lebih panjang dari sistem tahun hijriyah sebanyak hari, agar kalender Islam Jawa tetap sesuai dengan kalender Hijriyah, maka dalam kurun 120 tahun atau 1 kurup kalender Islam Jawa selalu dihilangkan satu hari. Peristiwa menghilangkan tanggal 1 Sura pada awal permulaan kurup tahun Alip ini disebut ganti kurup atau salin kurup.[41]

Setelah mengetahui bagaimana kalender Islam Jawa bisa memiliki selisih satu hari dengan kalender Hijriyah, peneliti akan melanjutkan pembahasan mengenai macam-macam kurup yang menjadi dasar permulaan awal tahun sebelum melanjutkan pada pembahasan mengenai penetapan awal bulan Qamariyah perspektif Kalender Islam Jawa.

Peralihan dari tahun 1555 J hingga permulaan tahun 1626 J tanggal 1 Suro, tahun Alipnya bertepatan dengan hari Jum’at Legi (A’ahgi yaitu tahun Alip Jum’at legi). Nama kurup menunjukkan bahwa tanggal 1 Suro tahun Alipnya jatuh pada hari tersebut. Macam-macam kurup tersebut antara lain :

  1. 1.Kurup Jum’at Legi

Kurup ini berlaku dari tahun 1555 J – 1626 J = 1633 M – 1703 M. Tanggal 1 Suro tahun Alipnya jatuh pada hari Jum’at Legi (A’ahgi = tahun Alip Jum’at Legi).

  1. 2.Kurup Kamis Kliwon

Kurup ini berlaku dari tahun 1627 J – 1746 J = 1703 M – 1819 M. Tanggal 1 Suro tahun Alipnya jatuh pada hari Kamis Kliwon (Amiswon = tahun Alip Kamis Kliwon).

  1. 3.Kurup Rebo Wage

Kurup ini berlaku dari tahun 1747 J – 1866 J = 1819 M – 1936 M. Tanggal 1 Suro tahun Alipnya jatuh pada hari Rebo Wage (Aboge = Alip Rebo Wage).

  1. 4.Kurup Selasa Pon

Kurup ini berlaku dari tahun 1867 J – 1986 J = 1936 M – 2056 M. Tanggal 1 Suro tahun Alipnya jatuh pada hari Selasa Pon (Asapon = Alip Selasa Pon).

  1. 5.Kurup Senin Pahing

Kurup ini berlaku dari tahun 1987 J – 2106 J = 2056 M – 2176 M. Tanggal 1 Suro tahun Alipnya jatuh pada hari Senin Pahing (Anenhing = Alip Senin Pahing).

Umur bulan menurut kurup-kurup yang tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 3.2

Umur Bulan Kalender Islam Jawa Berdasarkan Kurup

No.

Bulan

A’ahgi

Amiswon

Aboge

Asapon

Tahun

Tahun

Tahun

Tahun

Lainnya

Dal

Lainnya

Dal

Lainnya

Dal

Lainnya

Dal

1.

Suro

30

30

30

30

30

30

30

30

2.

Sapar

29

29

29

30

29

30

29

29

3.

Mulud

30

30

30

29

30

29

30

30

4.

Bakdamulud

29

29

29

29

29

29

29

29

5.

Jumadilawal

30

30

30

30

30

29

30

30

6.

Jumadilakir

29

29

29

29

29

29

29

29

7.

Rejeb

30

30

30

30

30

30

30

30

8.

Ruwah

29

29

29

29

29

29

29

29

9.

Poso

30

30

30

30

30

30

30

30

10.

Syawal

29

29

29

29

29

29

29

29

11.

Dulkangidah

30

30

30

30

30

30

30

30

12.

Besar

29/30

30

29/30

30

29/30

30

29/30

29

 

Jumlah

354/355

355

354

355

354/355

354

354/355

354

Menurut Djanuji ada hal-hal yang dilakukan agar kalender Islam Jawa tetap berjalan sesuai dengan kalender Hijriyah. Penjelasan yang dapat dilihat dari tabel tersebut antara lain :[42]

  1. 1.Kurup A’ahgi dan Amiswon
    1. a.Selama kurup A’ahgi dan Amiswon, tahun kabisat/wuntu jatuh pada tahun Ehe, Dal, Jimakir. Bulan Besar berumur 30 hari sehingga 1 tahun berumur 355 hari.
    2. b.Tahun Dal pada kurup A’ahgi dan Asapon, bulan Sapar berumur 29 hari dan bulan Mulud berumur 30 hari. Sedangkan pada tahun Dal kurup Amiswon dan Aboge, bulan Sapar berumur 30 hari dan bulan Mulud 29 hari. Hal ini dilakukan agar gerebeg Mulud yang jatuh pada tanggal 12 Mulud tahun Dal kurup Amiswon dan Aboge tetap jatuh pada hari Senin Pon.
    3. 2.Kurup Aboge
      1. a.Pada kurup ini tahun kabisat/wuntu jatuh pada tahun Ehe, Je dan Jimakir. Bulan Besar berumur 30 hari kecuali pada akhir kurup bulan Besar berumur 29 hari.
      2. b.Tahun Dal pada kurup Aboge merupakan tahun pendek/wastu yang berumur 354 hari, tetap bulan Besar berumur 30 hari. Hal tersebut juga dilakukan agar gerebeg Mulud yang terjadi tiap tanggal 12 Mulud tetap jatuh pada hari Senin Pon.
      3. 3.Kurup Asapon
        1. a.Pada kurup ini tahun kabisat/wuntu jatuh pada tahun Ehe, Je, Jimakir. Seperti yang terjadi pada kurup Aboge, bulan Besar berumur 30 hari kecuali pada akhir kurup bulan Besar berumur 29 hari.
        2. b.Apabila tidak terjadi perubahan mengenai tahun kabisat/wuntu serta tidak terjadi perubahan mengenai umur bulan, maka tanggal 12 Mulud tahun Dal-nya tidak lagi jatuh pada hari Senin Pon, melainkan hari Sabtu Legi. Ini disebabkan oleh beberapa hal yakni, pertama, pada tahun Jimakir 1866 bulan Besar yang merupakan bulan terakhir dari kurup Aboge berumur 29 hari, sebab akan berganti kurup Asapon. Kedua, karena termasuk tahun pendek/wastu, bulan Besar tahun Dal pada kurup Asapon berumur 29 hari dan bulan Sapar umurnya kembali menjadi 29 hari.

 

Dari penjelasan macam-macam kurup tersebut dapat diketahui bahwa dari semenjak peralihan kalender Islam Jawa terjadi, kalender ini telah mengalami 3 kali penyesuaian kurup, dan kini telah sampai pada kurup Asapon. Ada penunjukkan tahun-tahun wuntu/panjang yang berbeda pada waktu berganti kurup dengan mengubah umur bulan pada tahun-tahun tertentu. Sebagai contoh, saat peralihan dari kurup Aboge ke kurup Asapon yang berlangsung pada akhir tahun 1866 jimakir. Pada saat peralihan tersebut, tahun 1866 yang merupakan tahun panjang dijadikan tahun pendek dengan menghilangkan 1 hari dari bulan Besar, sehingga bulan Besar berumur 29 hari. Yakni menghilangkan hari Rabu Wage tanggal 30 Besar atau 30 Dzulhijjah dan hanya sampai pada hari Selasa Pon 29 Besar atau 29 Dzulhijjah 1866. Sehingga tanggal 1 Suro 1867 Jimakir jatuh pada hari Selasa Pon dan bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1355 H dan bertepatan juga dengan tanggal 25 Maret 1936 M. Mulai pada saat itulah kurup Aboge telah berganti menjadi kurup Asapon karena tahun Alipnya jatuh pada hari Selasa Pon.

Penyesuaian-penyesuaian kalender Islam Jawa ini dilakukan untuk menjaga agar kalender Islam Jawa tetap sesuai dengan kalender Hijriyah. Namun, dari penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan, terlihat bahwa kalender ini berusaha menekankan padaperingatan Maulid Nabi agar tetap sesuai atau bersamaan dengan kalender Hijriyah.

Aplikasi Kalender Islam Jawa Dalam Penentuan Awal Bulan Qomariyah

Meskipun mengikuti sistem penanggalan Hijriyah, terdapat perbedaan antara penanggalan hijriyah dengan penanggalan Islam Jawa. Perbedaannya ialah pada saat penentuan pergantian hari ketika pergantian sasi atau bulan. Pergantian bulan atau tahun dalam kalender Hijriyah ditandai dengan munculnya penampakan bulan sabit pertama kali (hilal) sesaat setelah terbenamnya matahari setelah terjadi konjungsi (ijtima’), sedangkan pergantian hari awal bulan baru menurut penanggalan Islam Jawa tetap ditentukan pada saat matahari terbenam. Ada beberapa hal yang menjadi prinsip bagi kalender Islam Jawa dalam penentuan awal bulan Qamariyah yaitu :

  1. 1.Dina niku tukule enjing lan ditanggal dalu (hari itu lahirnya pagi dan diberi tanggal malam harinya).
  2. 2.Jumlah hari pada bulan Ramadhan/Poso selalu genap 30 hari.
  3. 3.Prinsip ketiga yaitu dalam penentuan awal Ramadhan/Poso dan awal bulan Syawal digunakan istilah pletek yang berarti semua masyarakat terbukti telah melihat bulan dengan mata telanjang,[43] sebagaimana yang disabdakan Rasulullah dalam hadisnya yang berbunyi :

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْن

 

Berpuasalah bila kamu melihatnya (bulan sabit tanggal 1 Ramadhan), dan berbukalah bila kamu melihatnya (bulan sabit tanggal 1 Syawal). Jika bulan itu tertutup debu atasmu maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari”.[44]

 

Selanjutnya, untuk mengetahui nama tahun dan juga nama hari beserta pasaran pada tanggal 1 Suro tertentu, dapat diketahui dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. 1.Menentukan tahun yang bersangkutan (selanjutnya disebut tahun ybs) dan termasuk dalam kurup tahun ybs tersebut.
  2. 2.Tahun ybs kemudian dikurangi 1554 kemudian dibagi 8.
  3. 3.Hasil yang didapatkan kemudian dicocokkan dengan jadwal-jadwal penanggalan tahun Jawa yang perlu diperhatikan sebagaimana di bawah ini :

Tabel 3.3

Jadwal Tahun Jawa

Sisa

Nama Tahun

Hari

Pasaran

1

Alip

1

1

2

Ehe

5

5

3

Jim Awal

3

5

4

Ze

7

4

5

Dal

4

3

6

Be

2

3

7

Wawu

6

2

0

Jim Akir

3

1

 

Keterangan :

Nama tahun ditunjuk oleh kolom Nama Tahun sesuai sisa pembagian 8 di atas. Sedangkan nama hari dan pasaran untuk tanggal 1 Suro tahun ybs ditunjukkan oleh kolom hari dan pasaran yang dihitung mulai dari hari dan pasaran tahun Alipnya. Nama-nama harinya : Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Nama-nama pasarannya : Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.

  1. 4.Setelah mengetahui hari dan pasaran pada tanggal 1 Suro tahun tertentu, maka untuk mengetahui hari dan pasaran pada tanggal 1 tiap-tiap bulan berikutnya dapat digunakan pedoman jadwal bulan sebagaimana berikut :

Tabel 3.4

Jadwal Bulan Jawa

Bulan

Hari

Pasaran

Suro

1

1

Sapar

3

1

Mulud

4

5

Bakdomulud

6

5

Jumadilawal

7

4

Jumadilakir

2

4

Rejeb

3

3

Ruwah

5

3

Poso

6

2

Syawal

1

2

Dulkangidah

2

1

Besar

4

1

 

Keterangan :

Hari dan pasaran apa saja pada tanggal 1 Suro tahun berapa saja nilainya adalah 1, sehingga untuk tanggal 1 bulan-bulan berikutnya, hari dan pasarannya hanya tinggal mengurutkan hari dan pasaran keberapa dari tanggal 1 Suro tersebut sesuai dengan angka yang ada pada jadwal tersebut.

Contoh perhitungannya :

  1. 1.Menghitung tanggal 1 Suro tahun 1946 J = 2012 M =1434 H

1946 – 1554 = 392

392 : 8 = 49 sisa 0

Sisa 0, (lihat jadwal tahun di atas) nama tahunnya adalah Jim Akir, sedangkan harinya ada pada urutan 3 dan pasarannya juga pada urutan 1. Dari perhitungan tersebut dapat dijelaskan bahwa tahun 1946 yang termasuk dalam kurup Asapon (Alip Senin Pahing), tanggal 1 Suro-nya jatuh pada urutan ke 3 dihitung dari hari Selasa yakni Kamis, dan pasarannya jatuh pada urutan 1 yakni Pon.

Dari perhitungan tersebut harusnya tanggal 1 Suro jatuh pada hari Kamis Pon, akan tetapi sebagaimana perangkat penyesuainnya yaitu pada kurup ini tahun kabisat/wuntu jatuh pada tahun Ehe, Je, Jimakir. Seperti yang terjadi pada kurup Aboge, bulan Besar berumur 30 hari kecuali pada akhir kurup bulan Besar berumur 29 hari. Jadi oleh karena itu tanggal 1 suronya jatuh pada hari Jumat Wage.

Kemudian setelah diketahui tanggal 1 suronya jatuh pada jumat wage, menentukan awal-awal bulan berikutnya hanya tinggal mengurutkan hari dan pasaran keberapa dari tanggal 1 Suro tersebut sesuai dengan angka yang ada pada jadwal bulan jawa. Jadi dapat dihitung bahwa tanggal 1 safar sesuai tabel harinya jatuh pada urutan 3 dan pasarannya pada urutan 1 yakni Ahad Wage. Kemudian tanggal 1 Mulud harinya jatuh pada urutan 4 dan pasarannya pada urutan 5, yakni Senin Pon dan bisa dilanjutkan pada bulan-blan selanjutnya. Jadi sudah bisa ditentukan juga awal ramadhan dari tabel tersebut yakni harinya pada urutan ke 6 dihitung dari hari Jumat yakni Rabu dan pasarannya jatuh pada urutan 2 dihitung dari Wage yakni Kliwon.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian penelitian, diperoleh kesimpulan sebagaimana berikut : Pertama, penyesuaian yang terjadi dari kalender Saka dengan kalender Hijriyah menjadi kalender Islam Jawa antara lain ialah dalam penyebutan nama hari dan nama bulan. Kemudian, kalender Islam Jawa juga memiliki siklus yang berbeda dengan kalender Hijriyah yaitu selama 8 tahun (1 windu) dengan 3 tahun wuntu/panjang dan 5 tahun wastu/pendek. Siklus tersebut juga dinamai dengan berdasarkan urutan numerologi Arab yakni : Alif (1) , Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Wawu (6), Jim Akir (3). Dari penyesuaian tersebut, terdapat selisih atau kelebihan satu hari setiap 120 tahunnya, untuk menyesuaikan agar kalender Islam Jawa tetap berjalan sesuai dengan kalender Hijriyah maka ada 1 hari yang dihilangkan, peristiwa tersebut dinamakan ganti kurup atau salin kurup. Setiap berganti kurup berganti juga nama kurupnya, macam-macam kurup tersebut sebenarnya sama hanya berbeda dalam penentuan awal tahun Alipnya. Penyesuaian-penyesuaian kalender Islam Jawa dimaksudkan untuk tetap menjaga agar kalender Islam Jawa tetap sesuai dengan kalender Hijriyah, khususnya pada perayaan hari-hari raya umat Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha dan Maulid Nabi/Garebeg Mulud dapat dilaksanakan pada hari dan tanggal yang sesuai dengan kalender Hijriyah. Kedua, Sistem perhitungan yang digunakan kalender Islam Jawa ini menggunakan sistem hisab urfi. Sistem perhitungan ini tidak berbeda dengan kalender syamsiyah, yakni jumlah hari pada tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu yang jumlahnya lebih panjang satu hari. Dalam kalender Islam Jawa juga berlaku demikian, kecuali dalam tahun-tahun tertentu di mana ada penunjukkan tahun panjang dan tahun pendek yang berbeda atau mengubah umur bulan dalam tahun-tahun tertentu pada waktu berganti kurup.


 

DAFTAR PUSTAKA

Azhari, Susiknan. Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Yogyakarta: Suara Muhammadiyyah, 2007.

——————, Ilmu Falak Teori Dan Praktek, Yogyakarta: Lazuardi, 2001

Departemen Agama Republik Indonesia, Almanak Hisab Rukyah, Jakarta : Badan Hisab Rukyat, Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981.

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya. Diterjemahkan Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Quran, disempurnakan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2006.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1989.

Djanudji, H. Penanggalan Jawa 120 Tahun Kurup Asapon, Semarang: Dahara Prize, 2006.

Izzuddin, Ahmad. Fiqh Hisab Rukyah Kejawen(Studi Atas Penentuan Poso Dan Riyoyo Masyarakat Dusun Golak Desa Genteng Ambarawa Jawa Tengah), Semarang : Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang, 2006.

Izzudin, Ahmad. Fiqih Hisab Dan Rukyat (Menyatukan NU Dan Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, Dan Idul Adha). Penerbit Erlangga, 2007

Khazin, Muhyiddin. Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik, (Perhitungan Arah Kilat, Waktu Shalat, Awal Bulan Dan Gerhana), Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004.

Laila, Nurul. “Algoritma Astronomi Modern Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariah (Pemanfaatan Komputerisasi Program Hisab Dan Sistem Rukyat On-Line),” Jurisdictie Jurnal Hukum dan Syariah, volume2 (Desember,2011),h.92.

Maskufa, Ilmu Falaq, Jakarta: Gaung Persada Press,2009.

Murtadho, Moh. Ilmu Falak Praktis. Malang: UIN Press, 2008.

Nashiruddin al Albani, “Mukhtashar Shahih Al-Imam Al-Bukhari”, diterjemahkan Muhammad Iqbal, Ringkasan Shahih Bukhari. Cet.1; Jakarta:Pustaka As-sunnah, 2007.

Rachim, Abdur. Aspek Astronomi Dalam Kalender Bulan Dan Kalender Matahari Di Indonesia, Makalah Seminar Dan Workshop Nasional, FMIPA Institut Teknologi Bandung : Juli, 2005.

Ridwan Dkk. Islam Kejawen Sistem Keyakinan Dan Ritual Anak Cucu Ki Bonokeling. Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2008.

Roibin. Relasi Agama Dan Budaya Mayarakat Kontemporer. Malang: UIN Malang Press, 2009.

Vlekke, Bernard H. M. Sejarah Nusantara, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008.

Yusuf, Maulana. “Kalender Jawa Islam (Study Tentang Perubahan Kalender Saka Ke Islam Tahun 1633-1645)”, Skripsi, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008.

Sumber Rujukan dari Internet

Armhando, “Mengenal Kalender Hijriyah (Dan Kalender-Kalender Yang Berhubungan)”, http://www.armhando.com/2012/03/jenis-sistem-kalender-hijriyah-jawa.html, diakses tanggal 5 februari 2013.

Dade, “Mengenal kalender hijriyah”, http://myquran.org/forum/index, diakses tanggal 16 Juli 2013.

Hamka Haq, “Asal-Usul Tahun Baru Kristen Dan Islam”, http://islam-rahmah.com/tag/solar-system/, diakses tanggal 16 Juli 2013.

Hasan Saiful Rizal, “Akulturasi Kalender Hijriah Dengan Kalender Jawa”, http://hasanrizal.wordpress.com, diakses tanggal 04 Februari 2013

Http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Hijriyah, diakses pada tanggal 2 Februari 2013.

Mbah Lalar, “Kalender Jawa Aboge”, http://warkopmbahlalar.com/2011/08/1464/, diakses tanggal 05 Februari 2013

 



[1] Ridwan Dkk, Islam Kejawen Sistem Keyakinan Dan Ritual Anak Cucu Ki Bonokeling (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2008), h.29.

[2] Roibin, Relasi, h.vii.

[3]Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Dan Rukyat (Menyatukan NU Dan Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, Dan Idul Adha), (Penerbit Erlangga, 2007), h. xiv.

[4]Budiono Hadi Sutrisno, Islam Kejawen(Yogyakarta: Eule Book, 2009), h.187.

[5] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1989), h.380.

[6]Proyek Pembinaan Administrasi Hukum Dan Peradilan Agama, Pedoman Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Proyek Pembinaan Administrasi Hukum dan Peradilan, 1983), h.1.

[7]Abdur Rachim, Aspek Astronomi,h.36-37.

[8]Armhando, “Mengenal Kalender Hijriyah (Dan Kalender-Kalender Yang Berhubungan)”, http://www.armhando.com/2012/03/jenis-sistem-kalender-hijriyah-jawa.html, diakses tanggal 5 februari 2013.

[9]Hamka Haq, “Asal-Usul Tahun Baru Kristen Dan Islam”, http://islam-rahmah.com/tag/solar-system/, diakses tanggal 16 Juli 2013.

[10]“Kalender Hijriyah”, http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Hijriyah, diakses pada tanggal 2 Februari 2013.

[11]Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik, (Perhitungan Arah Kilat, Waktu Shalat, Awal Bulan Dan Gerhana) (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), h.118.

[12]Armhando, “Mengenal Kalender Hijriyah (Dan Kalender-Kalender Yang Berhubungan)”, http://www.armhando.com/2012/03/jenis-sistem-kalender-hijriyah-jawa.html, diakses tanggal 05 februari 2013.

[13]Maulana Yusuf, Kalender Jawa Islam, h.56.

[14]Dade, “ Mengenal kalender hijriyah”, http://myquran.org/forum/index.php?topic=13089.25;wap2, diakses tanggal 16 Juli 2013.

[15] H.Djanudji, Penanggalan Jawa 120 Tahun Kurup Asapon (Semarang:Dahara Prize, 2006), h.61.

[16] H.Djanudji, Penanggalan Jawa, h.62.

[17]Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah Kejawen(Studi Atas Penentuan Poso Dan Riyoyo Masyarakat Dusun Golak Desa Genteng Ambarawa Jawa Tengah), (Semarang : Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang, 2006), h.15.

[18]Budiono, Islam Kejawen, h.184-185.

[19]Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, h.30

[20]Maulana Yusuf, Kalender Jawa Islam, h.55.

[21]Maulana Yusuf, Kalender Jawa Islam, h.56.

[22]Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, h.27.

[23]Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang: UIN Press, 2008), h.216-217.

[24]Nurul Laila, “Algoritma Astronomi Modern Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariah (Pemanfaatan Komputerisasi Program Hisab Dan Sistem Rukyat On-Line),” Jurisdictie Jurnal Hukum dan Syariah, volume2 (Desember,2011),h.92.

[25]Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h.220.

[26]Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta: Gaung Persada Press,2009), h.149.

[27]Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h.223-224.

[28]Departemen Agama Republik Indonesia, Almanak Hisab Rukyah (Jakarta : Badan Hisab Rukyat, Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981), h.14.

[29] Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis,

[30] Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, h.89.

[31]Maulana Yusuf, Kalender Jawa Islam, h.47.

[32]Bernard H. M. Vlekke, Sejarah Nusantara, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2008), h.8.

[33]Maulana Yusuf, Kalender Jawa Islam, 48. Lebih jelas lihat makalah Ricklefs, Pengaruh Islam Terhadap Budaya Jawa Abad ke XIX, (Jakarta: PNRI, 2000), h.1.

[34] Mbah Lalar, “Kalender Jawa Aboge”, http://warkopmbahlalar.com/2011/08/1464/, diakses tanggal 05 Februari 2013

[35]Budiono Hadi Sutrisno, Islam Kejawen, (Yogyakarta: Eule Book, 2009), 182

[36] Khuruf berasal dari bahasa Arab, karena nama tahun-tahun kelender tersebut berawalan dengan huruf Arab, yakni Alip, Ahe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, Jimakir, lihat Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab, h.82. Lihat juga Budiono Hadi Sutrisno, Islam Kejawen, (Yogyakarta: Eule Book, 2009), h.187.

[37] Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyyah,2007), h.156.

[38] Mbah Lalar, “Kalender Jawa Aboge”, http://warkopmbahlalar.com, diakses tanggal 05 Februari 2013

[39]Hasan Saiful Rizal, “Akulturasi Kalender Hijriah Dengan Kalender Jawa”, http://hasanrizal.wordpress.com, diakses tanggal 04 Februari 2013

[40]H.Djanudji, Penanggalan Jawa, h.63.

[41]H.Djanudji, Penanggalan Jawa, h.62.

[42] H.Djanudji, Penanggalan Jawa, 64

[43]Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab, 83-84.

[44] Nashiruddin al Albani, “Mukhtashar Shahih Al-Imam Al-Bukhari”, diterjemahkan Muhammad Iqbal, Ringkasan Shahih Bukhari (Cet.1; Jakarta:Pustaka As-sunnah,2007), h.1015.

 

© BAK Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang