Dialog Seputar Islamisasi

Islamisasi Ekonomi: Respon Islam Modern terhadap Kapitalisme dan Sosialisme

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah masalah keterbelakangan ekonomi. Kondisi ini, dalam konteks perekonomian dunia Islam global, tidak hanya dirasakan bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam, melainkan hampir seluruh negara-negara Islam juga merasakan hal yang sama. Kenyataan ini sesungguhnya berseberangan dengan kondisi objektif negara-negara Islam yang mempunyai sumber alam yang besar. Akan tetapi, karena kekayaan itu belum dapat dimanfaatkan secara optimal, mengakibatkan negara-negara Islam mengalami kemunduran ekonomi.[1]

Untuk membangun perekonomian negara-negaranya, umat Islam setidaknya dihadapkan pada masalah-masalah konseptual. Dalam permasalahan ini, umat Islam seperti menghadapi buah simalakama. Sebab, diakui atau tidak, epistemologi Islam klasik belum menyediakan “file-file” teoritis tentang konstruksi ekonomi Islam secara definitif, sementara konsep-konsep ekonomi Barat, kapitalis dan sosialis, oleh sebagian besar pakar ekonomi muslim dan berdasarkan terhadap fakta sosial, mengakibatkan permasalahan-permasalahan sosial yang cukup membahayakan masa depan manusia dan kemanusiaan. Oleh karenanya, konsep ekonomi Barat, pada beberapa sisinya, sekali lagi hanya sebagiannya, berseberangan dengan konsep-konsep dasar Islam, setidaknya tentang konsep keseimbangan dan keadilan sosial.

Teori ekonomi kapitalis yang mengedepankan kepentingan individual telah menimbulkan permasalahan sosial, seperti ketidakadilan, hilangnya nilai-nilai moral yang berakibat pada ketimpangan sosial, dan eksploitasi terhadap alam secara berlebih-lebihan.[2] Bahkan, Werner Sombart, dalam sikap etis dan politis yang “netral”, mengakui adanya satu sistim ekonomi Barat yang dikuasai oleh tiga gagasan; usaha memperoleh atau memiliki, persaingan dan rasionalitas.[3] Dalam tahap pelaksanaannya konsep “kepemilikan” ini mengarah kepada kepentingan individual, atau kelompok tertentu, yang berakhir pada ketimpangan ekonomi antara kelas atas (the have) dan kelas bawah (grass root). Konsep “persaingan” semakin memperparah kondisi ini karena berakibat pada persaingan yang tidak sehat dan terlepas dari kontrol etika. Sedangkan konsep “rasionalitas” berbuntut hilangnya norma-norma religi, yang dengannya para pelaku ekonomi hanya mengedapankan kepentingan provan dan mengenyampingkan kesakralan dunia dan atau materi.

Pada sisi lain, teori ekonomi sosialis yang memiliki prinsip-prinsip kepemilikan harta pada negara, kesamaan ekonomi dan disiplin politik yang ketat, berakibat pada hilangnya hak-hak personal, kediktatoran, dan, seperti teori ekonomi kapitalis, cenderung mengesampingkan nilai-nilai moral.[4] Bahkan, sekalipun sosialisme menolak individualisme dan konglomerasi, ia tetap saja menampakkan kesewenang-wenangan dalam mengatur tatanan ekonominya yang dapat menyamai, bahkan melebihi, kesewenang-wenangan konglomerat dalam sistim ekonomi kapitalis.[5]

Walau demikian, sikap umat Islam terhadap konsep ekonomi Barat, seperti kidung “benci tapi rindu.” Mereka secara konseptual tidak mau disebut sebagai pengikut Barat. Akan tetapi, dibawah sadar mereka hampir seluruh praktik ekonominya sama dengan atau diambil dari konsep ekonomi positivistik Barat. Padahal disadari sepenuhnya bahwa seluruh upaya dan kegiatan ekonomi akan sangat dipengaruhi oleh nilai teologis dan doktrin yang diikutinya.[6] Sehingga, ketika umat ini mengikuti pola dan sistim ekonomi positivistik Barat, secara langsung atau tidak, akan berakibat pada hilangnya nilai-nilai moral atau etika berekonomi yang dikehendaki Islam. Disinilah letak urgensi gerakan islamisasi konsep ekonomi.

Starting point proyeksi islamisasi ekonomi, menurut Siddiqi, bisa melalui pemikiran pakar-pakar ekonomi yang konsen terhadap Islam atau pakar Islam yang juga ahli dalam bidang ekonomi. Proyeksi ini sangat mungkin dilakukan sebab kenyataan bahwa Islam juga relevan bagi pengembangan konsep ekonomi.[7] Realisasi konsep tersebut tidak hanya berdasarkan pada gambaran-gambaran al-Qur’an tentang materi-materi ilmu ekonomi, lebih daripada itu juga pada sisi bagaimana al-Qur’an menggambarkan kehidupan yang baik (good life) dibandingkan dengan kehidupan yang buruk (bad life).[8]

Sekalipun demikian, konsep epistemologi ekonomi Islam sebagai langkah awal islamisasi ekonomi hingga saat ini masih menjadi diskusi pakar ekonomi Islam. Abdul Mannan, misalnya, memandang bahwa ekonomi Islam merupakan ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Akan tetapi, masih menurut Mannan, ia tergolong dalam ilmu pengetahuan sosial dalam arti terbatas.[9] Berbeda dengan Mannan, Monzer Kahf memandang ekonomi Islam sebagai bagian dari agama Islam. Untuk itulah, kata Kahf, sejak permulaan islam di Makkah ayat-ayat al-Qur’an sudah menampilkan pandangan Islam mengenai hubungan antara keimanan dan perilaku ekonomi serta sistim ekonomi Islam.[10] Studi al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep-konsep ekonomi Islam merupakan bagian islamisasi ekonomi perspektif Kahf ini.

Berdasarkan pemikiran tersebut, Studi al-Qur’an dalam proyeksi islamisasi ekonomi tentang perniagaan menempati urgensi yang paling tinggi. Sebab, perniagaan merupakan perilaku ekonomi yang paling banyak dilakukan oleh umat Islam dan dekat dengan kebanyakan masyarakat “awam.” Kecenderungan masyarakat untuk melakukan perniagaan dengan mengeluarkan dana sekecil-kecilnya untuk mendapatkan laba sebanyak-banyaknya yang berkembang di pasar rakyat dan toko-toko kecil diperkampungan kota dan desa merupakan bentuk aplikasi konsep ekonomi perspektif kapitalis.


[1]Kursyid Ahmad, “The Challenge of Islam,” dalam John J. Donohue dan John L. Esposito, “Islam in Transition: Muslim Perspectives”, diterjemahkan oleh Machnun Husein dengan judul Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-masalah (Edisi I; Cet. V; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), h. 398-399.

[2]Mengenai hal ini baca Afzalur Rahman, “Economic Doctrines of Islam”, diterjemahkan oleh Soeroyo dan Nastangin dengan judul, Doktrin-doktrin Ekonomi Islam, Jilid I (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 2-8.

[3]M. Dawam Rahardjo, Intelektual Inteligensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim (Cet. I; Bandung: Mizan, 1993), h. 253; Hal yang sama disinyalir dalam Marx Werber, The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism (London nd New York: Rouledge, 1992), h. 47 dst.

[4]Afzalur Rahman, loc. cit.

[5]Yusuf Qordhowi, “Dar al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtishadi al-Islami,” diterjemahkan oleh Zainal Arifin dan Laila Husein dengan judul, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 70-71.

[6]Muhammad Toligani, “Ciri-Ciri Ekonomi Islam”, dalam John J. Donohue dan John L. Esposito, op. cit., h. 386-396.

[7]Dalam masalah ini kita dapat melihat pada pertengahan abad XX dunia dikejutkan oleh gerakan ekonomi Islam di Malaysia yang digerakkan oleh al-Arqom yang dalam waktu relatif singkat mampu mengubah perilaku ekonomi individualis dan sosialis menjadi suatu gerakan ekonomi yang mengedepankan Tuhan, nilai-nilai Agama. Empat tahun belakangan ini, di Indonesia terlihat adanya gerakan ekonomi Islam yang dipelopori oleh sahabat-sahabat al-Hawariyun. Kelompok ini dalam waktu yang relatif singkat, selama empat tahun setelah ditutupnya gerakan al-Arqom di Malaysia, telah mampu mengadakan gerakan ekonomi Islam global. Inilah salah satu bukti konkrit bahwa konsep-konsep ekonomi Islam pada dasarnya dapat melampaui batas-batas kekuatan ekonomi individualisme dan sosialisme Barat.

[8]Selanjutnya lihat Najtullah Siddiqi, “Islamizing Ekonomic,” dalamThe International Institute of Islamic Thought, Toword Islamization of Disciplines: Islamization of Knowledge Series, No. 6 (Herndon Virginia USA: International Institute of Islamic thought, 1989), h. 253 dst.

[9]M. Abdul Mannan, “Islamic Economic: Theory and Practice,” diterjemahkan oleh M. Nastangin dengan judul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h. 19.

[10]Monzer Kahf, “The Islamic Economic: Analytic of Functioning of Islamic System,” diterjemahkan oleh Machnun Husein dengan judul, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 1-4.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *