MENELAAH KEMBALI MAKNA KESAKTIAN PANCASILA

 

Oleh : Chairul Lutfi

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah mengalami dekadensi dan pemudaran atas sila-sila didalamnya. Bahkan dalam realitas sekarang Pancasila yang mana diharapkan menjadi fondasi kuat bagi bangunan negara Indonesia hampir tidak memiliki “kesaktian” sebagaimana yang sering diperingati setiap tahunnya.

Meski ”kesaktian” Pancasila selalu diperingati setiap tahunnya, jelas peringatan itu gagal membawa Pancasila ke dalam wacana publik, apalagi mengharapkannya menjadi salah satu faktor signifikan dalam membimbing perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai dengan cita-cita negara Indonesia melalui sila-sila yang terkadung di dalam Pancasila.

Menilik hari-hari seputar 30 September dan 1 Oktober warga Indonesia, khususnya Angkatan 45, di pastikan larut dalam merayakan Hari Kesaktian Pancasila. Dasar negara Indonesia ini disebut memiliki kesaktian karena dipercayai mampu menggagalkan kudeta yang terjadi seputar peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965.

Selanjutnya timbul pertanyan apakah benar persepsi kita bahwa Pancasila memiliki “kesaktian” sebagaimana bukti sejarah yang telah terjadi, ataukah hanya simbolitas dan kepentingan belaka? Lalu bagaimana langkah untuk membuktikan bahwa “kesaktian” Pancasila itu tidak hanya merupakan wacana ?

Revitalisasi Pancasila

Upaya revitalisasi dan rejuvenasi Pancasila tetap belum terwujud juga. Pancasila sebagai dasar negara, basis ideologis, dan platform bersama (common platform) warga negara-bangsa Indonesia yang plural dan multikultural masih marjinal dalam wacana dan kehidupan publik nasional. Bisa di lihat pada realitas sosial sekarang dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan sangat jarang yang memahami nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila apalagi sampai mengaktualisasikan dan mengimplementasikannya.

Refleksi atas makna “kesaktian” Pancasila dalam merespon fenomena rendahnya nasionalisme mayoritas masyarakat Indonesia menandakan bahwa belum maksimalnya nilai yang tertanam di dalam kesadaran berbangsa dan berbelanegara. Padahal hampir tidak ada keraguan lagi, mayoritas bangsa ini memegang pendapat, Pancasila sebagai dasar negara sekaligus menjadi pandangan dunia negara-bangsa tidak tergantikan.

Sejauh ini, jelas tidak ada alternatif lain yang bisa diterima bagian terbesar bangsa ini untuk menjadi dasar negara-bangsa Indonesia; tidak juga ideologi semacam agama atau sebaliknya ”sekularisme”. Pancasila yang akomodatif terhadap agama jelas tidak bisa tergantikan ideologi sekularisme yang tidak selalu ”bersahabat” dengan agama.

Kesaktian Pancasila

Tidak ada alternatif lain bagi segenap warga bangsa kecuali ”memulihkan” kesaktian Pancasila. Namun, ini bukan hal sederhana karena kompleksitas masalah yang terkait dengan Pancasila dan juga dalam hubungan dengan dinamika kehidupan bangsa dewasa ini. Bagaimana mereaktualisasikan dan menyadarkan tentang urgensi Pancasila dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia. Terutama dikalangan pemuda sebagai tonggak penerus pemimpin bangsa kedepan.

Namun, kompleksitas masalah yang harus dihadapi tidaklah semudah yang dipikirkan. Berbagai gerakan yang dewasa ini menciderai nasionalisme dengan munculnya gerakan radikalisme, sparatis, anti-pemerintah dengan diwarnai aksi-aksi terorisme sangat memprihatinkan dan membahayakan keutuhan negara Indonesia.

Menyelamatkan kembali negara dengan “kesaktian” Pancasila sebagaimana harapan bangsa memanglah harus dimulai dari rekonstruksi pada kaum pemuda. Melalui penanaman nilai pemaknaan kembali dari sila-sila yang terkadung; Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi. Sila itu semua bukan hanya dipahami sebagai simbol belaka melainkan diresapi dan dihayati kandungan maknanya kemudian diimplementasikan pada kehidupan nyata berbangsa dan berbelanegara.

Seandainya nilai-nilai Pancasila tersebut dapat diimplementasikan sebagaimana yang terkandung di dalamnya, baik oleh rakyat utamanya kaum pemuda maupun para pejabat penyelenggara negara, niscayalah kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan secara nyata sebagaimana cita-cita negara.

Dengan peningkatan kesadaran kolektif, Pancasila dapat kembali menjadi rujukan dan panduan dalam pengambilan berbagai kebijakan dan langkah, mulai dari kehidupan keagamaan, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, hingga keadilan. Utamanya dalam mempersatukan multikulturalisme, perbedaan pandangan dan berbagai persepsi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *