MEMBANGKITKAN BUDAYA MENULIS DI KALANGAN MAHASISWA

MEMBANGKITKAN BUDAYA MENULIS DI KALANGAN MAHASISWA

Oleh : Chairul Lutfi

 

Akhir-akhir ini banyak para mahasiswa geregetan untuk bisa menjadi seorang penulis. Mereka berlomba mengikuti training dan pelatihan-pelatihan kepenulisan, trik serta cara-cara menjadi penulis yang handal. Acap kali di adakan event organizer tentang bagaimana menulis di media dan pelatihan jurnalistik hampir dipastikan kursi penuh dengan mereka yang berkeinginan menjadi penulis di media baik lokal maupun nasional ataupun yang bercita-cita menjadi penulis buku best seller.

Setelah termotivasi oleh para penyaji materi kepenulisan dan bertekad menjadi penulis dari  training dan diklat-diklat yang telah diikuti, mereka memulai untuk mempratikkan itu. Akan tetapi setelah mencoba untuk menuliskan beberapa kata saja, sudah dijamin fikiran mandek tak ada satupun ide yang akan dituliskan hanya sekedar untuk mencoret kertas putih di depan mata, atau untuk menyentuh tuts keyboard lap top. Bahkan tak jarang karena hanya untuk memaksakan diri menjadi seorang penulis mereka berlama-lama mencari ilham dengan melamun dan mengkhayal, yang ujung-ujungnya terpulas di atas ranjang terbuai dengan khayalan mereka.

Itulah sedikit gambaran dari para mahasiswa yang kering akan budaya menulis. Mereka berharap dari beberapa event pelatihan yang diikuti akan langsung secara instan bisa menulis. Dengan modal membayar tiket atau biaya pendaftaran yang juga terkadang gratisan gairah untuk menulis tumbuh. Secara seksama menyimak materi yang disampaikan dan berangan-angan pasca peltihan untuk menulis dan menulis. Tetapi, tak ada yang instan dan secepat kilat sebagaimana yang di inginkan.

Semuanya membutuhkan proses dan dinamika tahapan yang harus dilalui untuk menjadi seorang penulis. Sebagaimana alam mengajari kita untuk selalu berproses dengan baik. Kesadaran itu yang minim dimiliki oleh kebanyakan mahasiswa. Sehingga tak jarang bagi mereka yang telah mencoba melewati tangga proses gagal dan menjadi pecundang. Hanya gara-gara tak mampu untuk bangkit melawan cobaan dan kemalasan.

Tak ada satupun manusia yang terlahir tanpa memiliki sebuah idea tau gagasan di dunia ini. Melainkan yang ada adalah mereka yang tak mencoba mengeluarkan ide dan gagasan melalui lisan ataupun tulisan. Sehingga bisa di tarik kesimpulan tergantung sejauh mana mengasah kecerdasan akal yang telah Tuhan berikan pada kita. Dengan terus berlatih dan tak bosan untuk mencoba adalah kunci dari kesuksesan sebagai seorang penulis. Dimanapun kesuksesan lahir disanalah kesungguhan, kesabaran, keuletan, dankerja keras berada.

Mahasiswa di tuntut untuk bisa menguasai segala disiplin keilmuan. Mereka harus bisa menyelaraskan dengan kebutuhan zaman yang ada. Siap pakai, siap kerja, dan siap untuk terjun ke medan perjuangan sebenarnya di tengah-tengah masyarakat. Selain harus pandai untuk beretorika mengolah kata-kata untuk disampaikan melalui lisan kepada publik juga bisa menyampaikan aspirasi, gagasan, dan pandangan melaui media tulisan.

Dan hal terakhir inilah yang terkadang menjadi momok dan kendala bagi mahasiswa bahkan mereka yang telah menyelesaikan pendidikan kuliyah. Sehingga tak banyak para alumni perguruan tinggi yang memiliki kapasitas keilmuan dan kecakapan untuk mengisi media-media publik semisal media massa untuk menyampaikan opini, gagasan, atau mampu untuk menerbitkan karya-karyanya berupa buku.

Budaya  membaca dan menulis memang sangat memprihatinkan di Negara kita. Dari jumlah penduduk terbesar di dunia yang menunjukkan kuantitas kebesaran tidak berdampak pada kebesaran kualitas yang dimiliki. Sehingga tak heran masih banyak ditemukan mereka yang sudah mengenyam dunia pendidikan pada perguruan tinggi sekalipun masih pontang panting untuk mencari pekerjaan. Hal ini di karenakan kualitas sumber daya manusia yang belum mencukupi dan sangat minim. Dan negara belum bisa untuk menyelenggarakan pendidikan yang maksimal dan memadai bagi seluruh masyarakat dari seluruh kalangan.

Untuk memulai dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya baca-tulis di kalangan mahasiswa harus senantiasa di tingkatkan. Mengingat pemimpin kampus kita yang di kenal sebagai ulul albab  ini memiliki rektor yang sudah tak disanksikan lagi kapasitas dalam soal kepenulisan. Terbukti sudah tiga kali berturut-turut rekor muri didapat dari karya-karya yang dihasilkan. Bahkan sudah dipastikan setiap hari beliau senantiasa istiqomah untuk tetap menulis dikala fajar menyingsing ba’da sholat shubuh. Dan tak  pernah sekalipun alpa dan meninggalkan kebiasaan menulisnya.

Sekarang bagaimana para mahasiswanya bisa meniru dan meneladani pimpinannya. Dan melahirkan karya-karya tulisan yang akan mewarnai kampus kita tercinta ini. Baik yang di ekpos di media lokal, nasional, internasional atau dibukukan untuk diterbitkan pada penerbit ataupun hanya sebagai catatan di jejaring sosial dan blog yang dimiliki. Sehingga lahirlah budaya menulis yang diharapkan dari generasi mahasiswa pengemban amanat bangsa .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *