Seminar Nasional: Implementasi Ekonomi Syari’ah Dalam Konteks Indonesia Kontemporer

MUSLIM: KH Masdar farid Mas'udi (kedua dari kanan) menyatakan bahwa Indonesia bisa dikatakan sebagai negara Islam dalam Seminar Nasional Fakultas Syariah (16/5).

MUSLIM: KH Masdar farid Mas'udi (kedua dari kanan) menyatakan bahwa Indonesia bisa dikatakan sebagai negara Islam dalam Seminar Nasional Fakultas Syariah (16/5).

GEMA-“Negara adalah entitas terkuat setelah Tuhan,” ujar KH. Masdar Farid Mas’udi dalam seminar nasional Implementasi Ekonomi Syari’ah Dalam Konteks Indonesia Kontemporer, Rabu (16/5). Bertempat di Lt.5 Gedung Soekarno, seminar ini menghadirkan dua pemikir penting dalam kancah dialektika ke-syari’ah-an Indonesia, KH. Masdar Farid Mas’udi, Rais Syura Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) dan Dr. Sukarmi, wakil ketua komisi pengawas persaingan usaha Republik Indonesia. Meskipun bertemakan ekonomi syari’ah, namun pada kesempatan tersebut dibahas pula hal terkait siyasah islamiyah di Indonesia.

 

 

Dalam seminar yang diadakan oleh Fakultas Syari’ah ini, Masdar menjelaskan bahwa negara yang baik akan memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap kehidupan manusia. “Perbandingannya, bila satu orang baik mampu menyelamatkan ratusan orang, maka negara mampu menyelamatkan puluhan juta orang. Oleh karena itu, sebuah negara yang baik mutlak dibutuhkan,” jelasnya

 

Islam, lanjut dia, sudah pasti berbicara terkait negara. Islam telah memberikan dua inti penting dari sebuah negara, keadilan dan musyawarah. Hal terpenting yang harus dilakukan oleh sebuah negara ialah menegakkan keadilan.

 

Bahkan, jelas Masdar, negara yang adil akan diberikan rahmat oleh Allah walaupun ia merupakan negara kafir. Sebaliknya, negara itu akan dimurkai Allah bila tidak berlaku adil, meskipun negeri itu merupakan negara muslim.

 

Indonesia, dalam ideologi negaranya yaitu pancasila, telah mencantumkan kedua nilai tersebut. Keadilan sosial pada sila ke-5 dan permusyawaratan pada sila ke-6. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari pun nilai keislaman terlihat jelas.

 

Dalam pandangan Masdar, saat ini negara Islam diperdebatkan sebagai sebuah ideologis formal. Berbagai organisasi yang menuntut perubahan Indonesia menjadi negara Islam hanyalah menuntut perubahan secara simbolik.

 

Menurutnya, Rasul tidak mendirikan negara Islam melainkan dalam konteks sosial nilai. Istilah dar al-islam hanyalah ditemukan dalam hadis dan fiqih. Sementara itu al Quran tidak menuliskan istilah itu. Hadis dan fiqih pun memberikan istilah dar al Islam berdasar kenyataan sosial, bukan secara formal. Artinya dar al Islam merujuk pada negara yang dihuni oleh mayoritas umat muslim.

 

Meskipun tidak ada embel-embel Islam dalam namanya, Indonesia dalam pandangan Masdar sudah dapat dikatakan sebagai negara Islam. Hal ini dibuktikan dengan diterimanya Indonesia oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) Internasional.

Akhirnya, Masdar mengungkapkan bahwa salah satu kendala tidak berkembangnya Indonesia, dimungkinkan oleh kesetengahhatian masyarakat akan bentuk negara ini. “Meski tidak ada embel-embel Islam, Indonesiamerupakan negara islam, bahkan merupakan yang terbaik,” tegasnya. (aac/nd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *