PENGUATAN KERJA ADVOKASI BAGI MASYARAKAT

PENGUATAN KERJA ADVOKASI BAGI MASYARAKAT[1]

Oleh : Chairul Lutfi

 

Terdorong untuk memberikan konstribusi yang lebih baik dalam hal manajemen advokasi dan implementasi advokasi kepada masyarakat, maka seyogyanya harus dipahami arah pergerakan advokasi yang dilakukan kepada masyarakat dan mekanisme pelaksanaan advokasi yang tepat guna dan tepat sasaran. Perjuangan yang telah dilakukan oleh lembaga serta instansi yang banyak melakukan aksi advokasi publik semisal LSM/NGO, LBH, dan sebagainya merupakan sebuah bentuk kepedulian sosial untuk merespon dinamika kehidupan disekitar. Untuk itu perlu adanya evaluasi kinerja dan progam kerja yang akan dilakukan ataupun yang sudah dilakukan pada ranah advokasi bagi masyarakat.

 

Dalam hal ini dapat kita contohkan orientasi pergerakan lembaga bantuan hukum (LBH) Malang yang dirintis oleh mas Anshorul dengan mas Rahmat yang awalnya merupakan cabang dari LBH Surabaya, masih tetap bertahan sampai sekarang. Sejak didirikannya pada tanggal 22 Juli 1987 dan tetap eksis untuk menyelenggarakan advokasi bagi masyarakat khususnya di Malang. Berawal dari sharing tentang penguatan advokasi di Malang Raya yang mana juga merupakan aktualisasi disiplin keilmuan yang telah diperoleh dari bangku kuliyah di FH Universitas Brawijaya dapat mewujudkan sebuah lebaga sosial yang bergerak pada bantuan hukum terutama advokasi problematika kemasyarakatan.

 

Selama perjalanan pergerakan LBH Malang dalam menangani kasus dan avokasi masyakarat tidak hanya membutuhkan sumberdaya yang kapabel dan memumpuni melainkan juga sumber financial yang mencukupi untuk oprasional lembaga. Dan kemandirian dan ketidaktergantungan LSM oleh pihak manapun berdampak pada independensi lembaga. Karena lembaga bisa bertahan dengan sumber daya materi yang dapat dihasilkan dari usaha di luar proses advokasi kepada masyarakat. Melalui mekanisme rumah produksi, kerjasama antar instansi yang tidak mengikat, dan tentunya melalui modal internal aktifis/relawan yang bekerja secara swadaya. Oleh sebab itu advokasi yang dilakukan murni benar-benar tanpa ada tendensi “pemerasan” kepada klien yang melakukan tuntutan advokasi.

 

Realita yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah munculnya LSM yang membebani masyarakat untuk bisa melakukan advokasi dengan mengatas namakan pembayaran administrasi, transportasi dan segala macam. Hal inilah yang terkadang membuat perspektif masyarakat terhadap LSM berwajah negatif dengan mengkomersialisasikan kasus untuk kepentingan sepihak. Walaupun tidak semua LSM melakukan hal tersebut dan bekerja demi kepentingan individu saja. Tak jarang juga LSM yang bersinergi dengan pemerintah dan mendukung birokrasi pemerintah yang ujung-ujungnya menjadi makelar kasus demi mendapatkan profit dari advokasi ke-pemerintahan-nya.

 

Oleh karenanya, perlu adanya solusi penguatan advokasi tentang bagaimana membangun pola advoasi dan model pendanaan dalam LSM atau lembaga sosial yang lain. Selain juga aspek yang tak kalah penting yaitu kaderisasi sumberdaya manusia yang menjadi relawan di dalamnya. Paradigma yang berubah juga mempengaruhi proses advokasi yang aka dilakukan di masyarakat. Menyesuaikan dengan kondisi masyakarat dan situasi yang ada mutlak dibutuhkan untuk kelancaran advokasi. Karena model gerakan sekarang juga sangat jauh berbeda dengan model pada era reformasi terdahulu yang banyak bertentangan dengan rezim yang ada. Sehingga arah pergerakan advokasi yang dilakukan bermanfaat kepada masyarakat, yaitu dengan melihat problematika dan kepentingan yang ada dimasyarakat sekarang ini.

 

Paradigma pergerakan tempo dulu dan sekarang jauh sekali perbedaannya. Dahulu jarang sekali aksi dan advokasi dilakukan karena memang saat itu rezim yang berkuasa mengekang pergerakan itu. Namun di saat itu banyak melahirkan para aktifis dalam penguatan civil society. Dahulu gerakan advokasi dan penguatannya kepada masyarakat pada ranah sosial structural, lingkungan, dll banyak mengadopsi dan mendapat dukungan dari luar negeri. Akan tetapi masa sekarang sebaliknya, rezim yang berkuasa tidak seperti dulu yang ketat untuk mengekang para aktifis. Melainkan kasus yang terjadi pada pelaksanaan advokasi sekarang ialah berhadapan dengan para preman asli maupun bayaran dari para oknum pemerintah.

 

Pengalaman yang sudah dilakukan pada pergerakan pada LSM untuk berhadapan kepada pemerintah atau rezim sekarang sangat minim sekali. Gerakan kolektifitas dan temu dialog dengan steakholder yang ada juga banyak mengalami dekadensi. Sehingga sangat jarang juga dijumpai jaringan serta pergerakan LSM ini bisa berada di tegah-tengah masyarakat. Dalam meningkatan sumberdaya pada mahasiswa sangat melimpah, dengan cara memanfaatkan waktu magang di LSM/NGO sehingga banyak menimba pengalaman disana. Hanya permasalahannya para mahasiswa yang mayoritas berkualitas tidak seimbangan dengan mental yang dipersiapkan dan keinginan untuk bisa bekerja sosial dan melakukan advokasi bagi masyarakat.

 

Dalam upaya mendukung daya financial LSM/NGO harus bisa kreatif untuk mencari relasi. Serta menumbuhkan kemandirian untuk bisa menghasilkan produk materi demi menunjang oprasionalnya. Dalam hal advokasi yang notabene kegiatan sosial adalah membangun komunikasi dan kepercayaan pada masyarakat. Konsistensi pergerakan dapat diterima dan masyarakat akan mendukung LSM dan lembaga sosial manapun saat mereka mampu mengkomunikasikan dan bersosialisasi secara baik kepda seluruh elemen masyarakat.

 

Dari uraian di atas ada beberapa point penting yang harus menjadi pegangan dan landasan bagi pekerja sosial yang akan melakukan advokasi bagi masyarakat yaitu komitmen, mental, dan kreatifitas untuk kemandirian oprasional lembaga, mampu membaca issu dan problem di tengah-tengah masyarakat dan tentunya dengan dilandasi dengan sumberdaya yang baik dan pola komunikasi yang apik. Advokasi akan benar-benar berjalan sesuai dengan mekanisme untuk menyelesaikan berbagai kasus yang ada di tengah masyarkat, selain juga berkerjasama dengan media untuk bisa mengekpos berbagai tanggapan, hasil kajian, dan kritikan terhadap kasus yang ditangani. Sehingga sosialisasi advokasi kepada masyarakat bisa terbaca dan berdampak pada penguatan advokasi yang seutuhnya.

 

 

 


[1] Tulisan ini adalah hasil diskusi oleh para aktifis pergerakan LSM & LBH pada Hari Minggu 05 Juni 2011 Pukul 14.30 Di Hotel Montana Malang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *