MANAJEMEN KONFLIK SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN RUMAH TANGGA PERSPEKTIF KIAI PESANTREN DI BONDOWOSO

MANAJEMEN KONFLIK SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN RUMAH TANGGA PERSPEKTIF KIAI PESANTREN DI BONDOWOSO

 Dedi Rahman Hasyim

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

 

Abstract

Divorce cases in Indonesia are growing each year. certainly the special attention is needed to minimize it. One of way that is can be minimize the divorce rate is the conflict management. Where the various conflicts that dwell in the family can afford permissibility managed well by the parties involved in it so inevitabilities of divorce. This research is going to reach, how is the conflict management implemented in the family of Kiai Pesantren in Bondowoso. In that’s way we learn anything done by them in facing and managing any conflicts that was occurred in their family.

 A.Pendahuluan

Membina rumah tangga menuju sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, jelas tak segampang yang dibayangkan. Membangun sebuah keluarga sakinah adalah suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah, namun lebih kepada adanya keterampilan mengelola konflik yang terjadi di dalamnya.[1]

Konflik begitu akrab serta tak terhindarkan dalam jalinan kehidupan manusia.[2] Namun tentu saja, tidak seorangpun menginginkan konflik terjadi dalam rumah tangganya. Sebaliknya, dalam hubungan diharapkan keharmonisan dan rasa tentram. Oleh karenanya maka sangat penting dalam rumah tangga untuk membangun komitmen untuk menjaganya tetap utuh.

Sejatinya, kodrat manusia dalam sebuah hubungan adalah menjaga keharmonisan hubungan tersebut. Dari itulah terjadi usaha mengelola konflik yang mengancam keharmonisan jalinan rumah tangga.[3] Hanya saja tidak jarang pasangan suami istri tidak mengetahui bagaimana menanggulangi konflik tersebut.[4]

Pada kenyataannya, konflik dalam rumah tangga selalu muncul.[5] Bagaimanapun bentuk konflik tersebut, kecil ataupun besar. Konflik yang terjadi dalam rumah tangga adakalanya berupa konflik yang teratasi, dan sebagian yang lain konflik yang tidak dapat diatasi sehingga berakhir pada perceraian.

Tercatat dalam rekapitulasi urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen, pada tahun 2011 Pengadilan tinggi Agama (PTA) mencatat perkara perceraian sebesar 86,66 persen, sedangkan perkara lain hanya sebesar 13,44 persen saja.[6] Di Bondowoso, kasus perceraian juga terhitung tinggi. Berdasarkan data yang deperoleh dari Pengadilan Agama Bondowoso, tercatat perceraian yang telah diputus sebanyak 1589 perkara.[7]

Dari data serta hasil wawancara yang penulis lakukan di Pengadilan Agama Bondowoso tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga Kiai Pesantren di Bondowoso terhindar dari perceraian.[8] Fakta tersebut memberikan indikasi yang kuat terhadap adanya pengelolaan konflik yang baik di dalam relasi tersebut.

Penelitian ini akan menelisik tentang bagaimana konflik terjadi dalam rumah tangga Kiai Pengasuh Pondok Pesantren di Bondowoso dan bagaimana manajemen konflik mereka terapkan guna mempertahankan keutuhan rumah tangganya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari konflik serta manajemen konflik yang diaplikasikan dalam rumah tangga Kiai Pesantren di Bondowoso.

 

B.    Konflik dan Manajemen Konflik: Konsepsi Kajian Epistemologis

Konflik: Istilah konflik merupakan kata kerja yang berasal dari bahasa latin configure, artinya saling memukul. Kemudian diadopsi bahasa inggris menjadi conflict, dan diadopsi bahasa indonesia menjadi konflik.[9] Winardi menyebutkan, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.[10]

Menurut Kilmann & Thomas dalam Luthans, yang dimaksud dengan konflik adalah : “ Suatu kondisi ketidakcocokan obyektif antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan, seperti perilaku yang secara sengaja mengganggu upaya pencapaian tujuan, dan secara emosional mengandung suasana permusuhan.[11]

Dari beberapa paparan di atas maka dapat dipahami bahwa konflik adalah oposisi, pertentangan pendapat, ketidakcocokan obyektif antara dua individu atau lebih tentang nilai, tujuan, kekuasaan, dan sumberdaya yang bersifat langka.

Dalam bentuk konflik, Al-Qur’an memberikan deskripsi tentang konflik sosial dalam dua bentuk. Bentuk pertama adalah konflik potensial, yakni potensi konflik dalam diri manusia. Potensi konflik tersebut dapat terjadi sekalipun pada orang lain yang tidak saling mengenal. Bentuk yang kedua adalah konflik aktual, yakni realitas konflik sosial. Konflik ini merupakan reaksi dari konflik potensial yang diorganisir dan dimobilisasi massa.[12]

Manajemen Konflik: Menurut Robinson, Manajemen konflik adalah tindakan konstruktif yang direncanakan, diorganisasikan, digerakkan, dan dievaluasi secara teratur atas semua usaha demi mengakhiri konflik. manajemen konflik harus dilakukan sejak pertama kali konflik mulai tumbuh. Karena itu, sangat dibutuhkan kemampuan manajemen konflik, antara lain, melacak pelbagai faktor positif pencegahan konflik daripada melacak faktor negatif yang mengancam konflik.[13]

Menurut Criblin dalam Wahyudi, manajemen konflik adalah teknik yang dilakukan untuk mengatur konflik. Dalam pengertian yang hampir sama, manajemen konflik adalah cara dalam menaksir atau memperhitungkan konflik. Hendricks berpendapat manajemen konflik adalah penyelesaian suatu konflik yang dapat dilakukan dengan cara mempersatukan dan mendorong tumbuhnya creative thinking. Mengembangkan alternatif adalah salah satu kekuatan dari gaya integrating.[14]

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengertian manajemen konflik adalah macam-macam pengaturan, pengelolaan, atau cara penyelesaian yang efektif untuk menyikapi suatu permasalahan.

Penelitian ini akan menggunakan teori Kenneth W. Thomas dan Rapl H. Kilmann. Mereka mengembangkan taksonomi gaya manajemen konflik berdasarkan dua dimensi: (1) kerja sama pada sumbu horizontal dan (2) keasertifan pada sumbu vertical. Kerjasama adalah upaya orang lain jika menghadapi konflik. Disisi lain, keasertifan adalah upaya orang untuk memuaskan diri sendiri jika menghadapi konflik. Berdasarkan dua dimensi tersebut Thomas dan kilmann mengemukakan lima jenis gaya manajemen konflik. Adapun kelima jenis gaya manajemen konflik tersebut adalah sebagaimana berikut:[15]

  1. 1.Kompetisi (Competiting). Gara manajemen konflik dengan tingkat keasertifantinggi dan tingkat kerjasama rendah. Gaya in merupakan gaya yang berorentasi pada kekuasaan, dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memenangkan konflik dengan diaya lawannya.
  2. 2.Kolaborasi (Collaborating). Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerjasama tinggi. Tujuannya adalah untuk mencari alternatif, dasar bersama, dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik.
  3. 3.Kompromi (Compromizing). Gaya amanajemen konflik tengaha atau menengah, di mana tingkat keasertifan dan kerjasama sedang. Dengan menggunakan strategi memberi dan mengambil (give and take), kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik tengah yang memuaskan sebagai keinginan mereka.
  4. 4.Menghindar (Avoiding). Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama rendah. Dalam gaya manajemen konflik ini, kedua belah pihak berusaha menghindari konflik. Menurut Thomas dan Kilmann bentuk menghindar tersebut bisa berupa: (a) menjauhkan diri dari pokok masalah; (b) menunda pokok masalah hingga waktu yang tepat; atau (c) menarik diri dari konflik yang mengancam dan merugikan.
  5. 5.Mengakomodasi (Accomodating) gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan rendah dan tingkat kerjasama tinggi. Seorang mengabaikan kepentingannya sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan lawan.

C.    Fenomena Konflik Dalam Rumah Tangga Kiai Pesantren di Bondowoso

1.      Pandangan Kiai Pesantren tentang konflik

Berbagai pandangan yang didapatkan dalam penelitian ini memberikan implikasi yang diantaranya, Pertama: Konflik dapat terjadi dalam rumah tangga yang merupakan lingkup sosial serta terdiri dari lebih dari satu orang anggota. Kedua: Konflik terjadi akibat adanya perbedaan keinginan, perbedaan pandangan, pertentangan, dan ketidak sesuaian. Ketiga: Akan selalu ada objek konflik. Objek tersebut tentu juga beragam.

2.      Penyebeb Terjadinya Konflik Dalam Rumah Tangga Kiai

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan ragam faktor penyebab konflik dalam rumah tangga Kiai Pengasuh Pondok Pesantren di Bondowoso, diantaranya, Pertama perbedaan pendapat/argumentasi. Kedua, kecemburuan istri. Ketiga, keadaan ekonomi rumah tangga. Keempat, Faktor eksternal yakni adanya intervensi di luar lingkup rumah tangga itu sendiri. Hal tersebut muncul dari kerabat dekat, keluarga, ataupun masyarakat. 

3.      Bentuk Konflik Dalam Rumah Tangga Kiai Pesantren di Bondowoso

Keempat faktor tersebut berimplikasi pada, Pertama, perdebatan/cekcok. Kedua, terjadinya pertengkaran. Ketiga, tidak saling tegur dengan pasangan. 

4.      Dampak Konflik Dalam Rumah Tangga Kiai Pesantren di Bondowoso

Beberapa dampak terjadinya konflik dalam rumah tangga Kiai di Bondowoso diantaranya, Dampak Positif: 1) Mereka memandang bahwa konflik merupakan nikmat dari Allah atas perbedaan yang diciptikan. 2) Penyesuaian diri dengan lingkungan rumah tangga. 3) Membuat rumah tangga lebih harmonis. 4) Terjadinya adaptasi menuju perubahan dan perbaikan. 5) Lahirnya keputusan-keputusan yang inovatif. 6) Menuntut persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat. 7) Lebih berhati-hati dalam bertindak dikemudian hari. 8) Sebagai langkah introspeksi diri dalam rumah tangga.

Adapun dampak negatifnya adalah: 1) Terhambatnya komunikasi antara pihak yang berkonflik. 2) Terganggunya keeratan hubungan dalam rumah tangga. 3) Terganggunya kerjasama dalam rumah tangga. 4) Timbulnya rasa ketidakpuasan dalam berumah tangga.

 

D.    Manajemen Konflik Perspektif Kiai Pesantren di Bondowoso.

Penelitian ini menemukan terjadinya manajemen konflik yang efektif dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga oleh Kiai Pesantren di Bondowoso. Gaya manajemen konflik yang diterapkan oleh seluruh objek yang diteliti adalah gaya kolaborasi.

Gaya manajemen konflik kolaborasi merupakan gaya dengan pendekatan yang konfrontatif dan kooperatif, dimana gaya ini digunakan sebagai usaha untuk bekerjasaman dengan lawan gena mendapatkan solusi yang memuaskan bagi keduabelah pihak. Kolaborasi tersebut dapat berbentuk: penyelidikan ketidak setujuan untuk belajar dari pemahaman masing-masing; setuju untuk menyelesaikan masalah yang apabila tidak diselesaikan akan menghabiskan tenaga; atau berkonfrontasi untuk menmukan solusi kreatif atas masalah interpersonal.[16]

Thomas dan Kilmann mengemukakan, Kolaborasi (collaborating) merupakan gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerjasama tinggi. Tujuannya adalah untuk mencari alternatif, dasar bersama, dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik. Gaya manajemen konflik kolaborasi merupakan upaya bernegosiasi untuk menciptakan solusi sepenuhnya memuaskan pihak-pihak yang terilibat konflik. Upaya tersebut sering meliputi saling memahami perasaan konflik atau saling mempelajari ketidaksepakatan. Selain itu, kreatifitas dan inovasi juga digunakan untuk mencari alternatif yang dapat diterima oleh keduabelah pihak.[17]

Menurut William Hendrick gaya manajemen konflik kolaborasi atau yang ia sebut sebagai gaya integrating (mempersatukan), merupakan gaya yang membawa aliran kreativitas kepermukaan dan mampu menemukan solusi atas isu yang kompleks. Gaya memadukan tersebut sangat baik digunakan bila orang dan masalah itu secara jelas dipisahkan.[18]

Menurut Rahim dan Bouma, dalam berkolaborasi, hal yang terpenting adalah kepercayaan dan keterbukaan oleh pihak yang terlibat dalam konflik. Lebih dari itu, gaya tersebut menunjukkan perhatian terhadap diri sendiri dan orang lain yang sama tinggi dan upaya yang dituju dalam gaya tersebut adalah win-win solution

  1. E.Kesimpulan

Manajemen konflik merupakan bekal yang dibutuhkan bagi pemimpin secara umum. Demikian pula berlaku pada jalinan rumah tangga. Suami sebagai imam dalam rumah tangga, sedemikian mungkin harus mampu mengelola berbagai konflik yang dihadapi, agar dapat menghindari mudharat yakni konflik yang destruktif. terlebih bahwa konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan bersosial sebagaimana dalam rumah tangga.

  1. F.Daftar Pustaka

Gymnastiar , Abdullah, Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qalbu, Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

Hendricks, William, How to Manage Conflict, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.

Jackman, Ann, How to Get Things Done: Kiat Sukses Merealisasikan Rencana, Erlangga, 2006.

Liliweri, Alo, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural, Cet I; Yogyakarta: Lkis, 2005.

Muhyiddin, Muhammad, Selamatkan Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka, Cet. II; Yogyakarta: Diva Press, 2009.

Nurcahyawati, Febriani W, Manajemen Konflik Rumah Tangga, Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi, 2010.

Thontowi, Ahmad, “Manajemen Konflik,” Makalah, disajikan pada Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang.

Winardi, Konflik dan Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan) Bandung: Mandar Maju, 2007.

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian, Jakarta: Salemba Humanika, 2010.

Yusuf, Muhammad Ely, Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Dengan Manajemen Konflik di Kalangan Karyawan UD. Sido Muncul Blitar, Skripsi, Malang: Universitas Islam Negeri Malang, 2008.

Zenrif, Fauzan, Realitas dan Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif Al-Qur’an, Malang: Uin Press, 2006



[1]Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qalbu (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 82.

[2]William Hendricks, How to Manage Conflict (Jakarta:   Bumi Aksara, 2001), 1.

[3]Muhammad Muhyiddin, Selamatkan Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Cet II; Yogyakarta: Diva Press, 2009), 447.

[4]Febriani W Nurcahyawati, Manajemen Konflik Rumah Tangga (Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi, 2010), xiii.

[5]Ibid., 2.

[7]Data didapat dari Pengadilan Agama Bondowoso, tanggal 12 Februari 2013.

[8]Sugeng, Wawancara (Bondowoso, 12 Februari 2013) / Panitera Pengadilan Agama Bondowoso.

[9]Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 4.

[10]Winardi, Konflik dan Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan) (Cet ke 2; Bandung: Mandar Maju, 2007), 1.

[11]Ahmad Thontowi, “Manajemen Konflik,” Makalah, disajikan pada Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang.

[12]M. F. Zenrif, Realitas dan Metode Penelitian Sosial dalam Perspektif Al-Qur’an (Malang: Uin Press, 2006), 50.

[13]Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural (Cet I; Yogyakarta: Lkis, 2005), 288.

[14]Muhammad Ely Yusuf, Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dalam Lingkungan Kerja Dengan Manajemen Konflik di Kalangan Karyawan UD. Sido Muncul Blitar, Skripsi (Malang: Universitas Islam Negeri Malang, 2008), 16.

[15]Ibid., 140.

[16]Ann Jackman, How to Get Things Done: Kiat Sukses Merealisasikan Rencana (Erlangga, 2006), 62.

[17]Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 140.

[18]William Hendrick, Bagaimana Mengelola Konflik (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 54.

 

© BAK Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *